Menuhankan pendapat (kaum) sendiri

Sebagian kaum muda muslim dalam pemahaman agama, secara tidak disadari menjadi fanatik dengan kaumnya (ta’asub)  dan menuhankan pendapat (kaum) sendiri (istibdad bir ro’yi). Menuhankan dalam arti apapun pendapat baik dari diri maupun kaumnya sendiri adalah sebuah kebenaran. Mereka beranggapan, “hanya merekalah yang berada dalam jalan kebenaran dan selain mereka telah terjerumus dalam kesesatan.”   Permasalahan inilah yang dimaksud dengan ekstreem/ghuluw dalam pemahaman agama. “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (QS Al Maa’idah [5]:87 ).
Tulisan selengkapnya mengenai ekstrem dalam pemahaman agama, silahkan baca padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/26/2010/08/18/ekstrem-dalam-pemikiran-agama/
Sebagai contoh bagaimana penilaian Ustadz Ahmad Sarwat Lc terhadap kaum muda muslim kita yang fanatik dan menuhankan pendapat Syaikh/Ulama mereka Syaikh Al Albani.  Penilaian ini merupakan bagian dari tanggapan Ustadz Ahmad Sarwat LC dalam bedah buku guru besar ilmu fiqih, Dr. Said Ramadhan Al-Buthy dengan judul  Al-Laa Mazhabiyah, Akhtharu Bid’atin Tuhaddidu As-Syariah Al-Islamiyah. Kalau kita terjemahkan secara bebas, kira-kira makna judul itu adalah : Paham Anti Mazhab, Bid’ah Paling Gawat Yang Menghancurkan Syariat Islam.

***awal kutipan ***
Yang sebenarnya terjadi adalah bahwa seorang Al-Albani ketika membaca Quran dan Sunnah, lalu dia pun berjtihad dengan pendapatnya. Apa yang dia katakan tentang Quran dan Sunnah, pada hakikatnya adalah hasil ijtihad dan ra’yu dia sendiri. Sumbernya memang Quran dan Sunnah, tapi apa yang dia sampaikan semata-mata lahir dari kepalanya sendiri.
Sayangnya, para pendukung Al-Albani diyakinkan bahwa yang keluar dari mulut Al-Albani itulah isi dan makna Quran yang sebenarnya. Lalu ditambahkan bahwa pendapat yang keluar dari mulut para ulama lain termasuk pada imam mazhab dianggap hanya meracau dan mengada-ada. Naudzu billahi min dzalik.
Disinilah letak ketidak-adilan para pendukung Al-Albani. Seolah-olah mereka mendudukkan Al-Albani sebagai orang yang paling mengerti dan paling tahu isi Quran dan Sunnah. Apa pun yang dikatakan Al-Albani tentang pengertian Quran dan Sunnah, dianggap kebenaran mutlak. Sedangkan kalau ada ulama lain berbicara dengan merujuk kepada Quran dan Sunnah juga, dianggap sekedar ijtihad dan penafsiran.
Padahal kapasitas Al-Albani yang sebenarnya bukan ahli tafsir, juga bukan ahli fiqih. Bahkan sebagai ahli hadits sekalipun, banyak para ulama hadits di masa sekarang ini yang masih mempertanyakan kapasitasnya. Sebab secara tradisi, seorang ahli hadits itu idealnya punya guru tempat dia mendapatkan riwayat hadits. Al-Albani memang tidak pernah belajar hadits secara tradisi lewat perawi dan sanad, sebagaimana umumya para ulama hadits. Al-Albani hanya sekedar duduk di perpustakaan membolak-balik kitab, kemudian tiba-tiba mengeluarkan statemen-statemen yang bikin orang bingung
Al-Albani adalah tokoh hadits yang cukup kontroversial. Setidaknya menurut sebagian kalangan. Baik di kalangan ulama hadits sendiri, apalagi . di kalangan ulama fiqih. Tetapi yang menarik, Al-Albani memang sangat produktif dalam menerbitkan buku. Dan dahsyatnya, buku-buku karyanya memang cukup menghebohkan dunia ilmu syariah.
Selama ini para ulama dan ahli ilmu kebanyakan hanya diam saja dan tidak terlalu menanggapi ulah Al-Albani. Dan hanya sedikit ulama yang secara serius menanggapi dan meladeninya. Salah satunya yang pernah langsung menghadapinya adalah Dr. Said Ramadhan Al-Buthy.

***akhir kutipan***
Seperti kami sampaikan dalam beberapa tulisan, permasalahan ini sebenarnya mulai terasa sejak  Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang mengangkat kembali pemahaman Syaikh Ibnu Taimiyah. Fatwa beliau yang cukup terkenal dan diikuti oleh sebagian muslim saat ini.

***awal kutipan***
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : “Tidak ada aib bagi orang yang menampakkan madzhab salaf, menyandarkan diri kepadanya, dan bangga dengan madzhab salaf. Bahkan hal itu wajib diterima menurut kesepakatan para ulama, karena tidaklah madzhab salah kecuali di atas kebenaran. Apabila dia sesuai dengan salaf secara lahir dan batin, maka dia bagaikan seorang mukmin yang berada di atas kebenaran secara lahir dan batin” [Majmu Fatawa 4/149]

**akhir kutipan***
Dengan fatwa ini maka apapun pemahaman Syaikh Ibnu Taimiyah atau pemahaman syaikh/syaikh Salafi/wahabi yang lain, dianggap oleh para pengikutnya sebagai pemahaman Salafush Sholeh
Padahal apapun Syaikh Ibnu Taimiyah atau pemahaman syaikh/syaikh Salafi/wahabi yang lain ketika membaca Quran dan Sunnah, lalu dia pun berjtihad dengan pendapatnya. Apa yang dia katakan tentang Quran dan Sunnah, pada hakikatnya adalah hasil ijtihad dan ra’yu dia sendiri. Sumbernya memang Quran dan Sunnah, tapi apa yang dia sampaikan semata-mata lahir dari kepalanya sendiri.
Sangat disayangkan pengakuan bahwa mereka menegakkan dakwah tauhid, namun pada kenyataannya mereka secara tidak disadari mengarah pada syirik khofi dengan menuhankan pendapat (kaum) sendiri.
Syirik khofi munculnya kekuatan diri merasa besar, agung, benar sehingga mereka seperti yang diungkapkan oleh ulama Tasawuf sebagai mereka yang terhalang melihat Allah yakni mereka yang tertutup dari cahaya taufiq dan pertolongan Allah Ta’ala oleh kegelapan memandang ibadahnya. Siapa yang memandang pada gerak dan perbuatannya ketika taat kepada Allah ta’ala, pada saat yang sama ia telah terhalang (terhijab) dari Sang Empunya Gerak dan Perbuatan, dan ia jadi merugi besar.
Seperti contoh pernyataan ulama Salafi Wahabi, Syaikh Al Albani berikut:

***awal kutipan***
Golongan atau kelompok atau perkumpulan atau jamaah apa saja dari perkumpulan Islamiyah, selama mereka semua tidak berdiri di atas Kitabullah (Al Qur’an) dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam serta di atas manhaj (jalan/cara) Salafus Shalih, maka dia (golongan itu) berada dalam kesesatan yang nyata!
Tidak diragukan lagi bahwasanya golongan (hizb) apa saja yang tidak berdiri di atas tiga dasar ini (Al Qur’an, Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan Manhaj Shalafus Shalih) maka akan berakibat atau membawa kerugian pada akhirnya walaupun mereka itu (dalam dakwahnya) ikhlas.
Berdasarkan pengetahuan saya, setiap golongan atau kelompok yang ada di muka bumi Islam ini, saya berpendapat sesungguhnya mereka semua tidaklah berdakwah pada dasar yang ketiga, sementara dasar yang ketiga ini adalah pondasi yang kokoh. Mereka hanya menyeru kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam saja, di sisi lain mereka tidak menyeru (berdakwah) pada manhaj Salafus Shalih kecuali hanya satu jamaah saja.

***akhir kutipan***
Beliau mengatakan sesatlah golongan atau kelompok yang hanya bersandar pada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah saja, tidak berdiri di atas dasar yang ketiga yakni manhaj Salafus Sholeh
Bagi mereka, apa yang mereka pahami adalah pemahaman Salafush Sholeh maka sebenarnya mereka menyatakan, sesatlah golongan atau kelompok yang hanya bersandar pada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah saja, tidak mengikuti apa yang mereka pahami atau tidak mengikuti pemahaman mereka. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un .
Hal ini mengingatkan saya pada perbincangan antara Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dengan saudaranya Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahab, dalam soal kafir-mengkafirkan ini.

Sulaiman bertanya kepada adiknya: “…Berapa, rukun Islam”
Muhammad menjawab: “lima”.
Sulaiman: Tetapi kamu menjadikan 6!
Muhammad: Apa, ?
Sulaiman: Kamu memfatwakan bahwa siapa, yang mengikutimu adalah
mu’min dan yang tidak sesuai dengan fatwamu adalah kafir.
Muhammad : Terdiam dan marah.
Sesudah itu ia berusaha menangkap kakaknya dan akan membunuhnya, tetapi Sulaiman dapat lolos ke Makkah dan setibanya di Makkah ia mengarang buku “As Shawa’iqul Ilahiyah firraddi ‘alal Wahabiyah” (Petir yang membakar untuk menolak paham Wahabi)
Tampaknya sebagian kaum Salafi Wahabi belum dapat menghargai perbedaan pemahaman sehingga timbul sikap berselisih, berlepas diri bahkan pentakfiran secara sepihak. Sebagai contoh bagaimana kaum Salafi Wahabi beranggapan sesat bagi kaum muslim yang mengadakan pengajian dalam rangka Maulid Nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi wasallam. Pensesatan terhadap (kaum) muslim lainnya terjadi karena kesalahpahaman mereka tentang bid’ah. Kesalahpahaman yang membawa malapetaka bagi umat muslim.
Bisa jadi karena beranggapan kaum muslim lainnya sesat, para ulama Salafi Wahabi (contohnya pada masalah kemerdekaan Palestina) berfatwa/berwasiat hanya ditujukan kepada saudara-saudara muslim kita di Palestina untuk bertaubat kepada Allah dan meninggalkan perpecahan. Tampak belum pernah mereka mengeluarkan fatwa kepada penguasa kerajaan Arab Saudi untuk tidak lagi bersekutu dengan Amerika yang jelas-jelas telah membuat kerusakan di muka bumi ini. Selengkapnya baca tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/06/08/fatwa-untuk-penguasa/
Padahal Allah ta’ala telah memperingatkan kita semua dalam firmanNya yang artinya “orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik” ( QS Al Maaidah [5]: 82 )
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (Ali Imran, 118)
“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (Ali Imran, 119)
Permasalahan perbedaan pemahaman ini semata-mata kehendak Allah. Kita tidak dapat mempertanyakan kehendakNya, namun kita akan ditanya bagaimana sikap kita atas kehendakNya. Untuk itulah kita harus hindari berselisih, berbantah-bantahan, bertengkar, saling menghujat sehingga seolah tidak malu dengan Allah yang dekat, kalaupun tidak merasa kedekatan dengan Allah ta’ala maka kita semua yakin bahwa Allah ta’ala melihat seluruh perbuatan kita.
Semoga Allah ta’ala memberikan petunjuk pada kita semua.
Wassalam

3 Tanggapan
“Permasalahan perbedaan pemahaman ini semata-mata kehendak Allah”. ?????
==================================================================
Yā ‘Ayyuhā Al-Ladhīna ‘Āmanū Lā Tuqaddimū Bayna Yadayi Allāhi Wa Rasūlihi Wa Attaqū Allāha ‘Inna Allāha Samī`un `Alīmun



peace all

Maksudnya ujian dari Allah kpd manusia, apakah berlaku sholeh atau zalim
Semoga bermanfaat, peace



Saya setuju..
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar