Keterhubungan Salafy

Kenyataan yang kita lihat bahwa saudara-saudara muslimku Salaf(i) terpecah dalam beberapa kelompok walaupun sesungguhnya mereka tidak menghendaki adanya pengelompokan.
Secara umum  saudara-saudara muslim ku Salaf(i), terbagi menjadi dua kelompok yang saling bertolak belakang dan antar kelompok itupun mereka “bertengkar”
“Salaf(i) pertama”
Salaf(i) yang dengan metode pemahaman mereka membentuk pengikut yang taat kepada Penguasa, asalkan Penguasa itu muslim dan masih sholat walaupun Penguasa itu bersekutu dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik.

“Salaf(i) kedua”
Salaf(i) yang dengan metode pemahaman mereka membentuk pengikut yang taat untuk berjihad dan berpolitik memerangi orang-orang Yahudi dan Orang-Orang Musyrik.

“Salaf(i) pertama” “mempersilahkan” (mengikat perjanjian dengan) orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik menikmati kekayaan alam dari negeri Islam. Dengan kekayaan yang didapat dari negeri-negeri Islam, orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik menggunakkannya untuk berperang dengan “Salaf(i) kedua”
Sehingga secara tidak langsung kita sesama muslim saling membunuh.
“Salaf(i) pertama” mudah dipahami adalah mereka yang “menguasai” dan bermukim di wilayah kerajaan Arab Saudi dan mencoba menyebarluaskan paham Salaf(i) Wahabi termasuk ke negeri kita Indonesia dan mengundang para pemuda dari negeri kita untuk “belajar agama” di wilayah kerajaan Arab Saudi.
“Salaf(i) kedua”
Saya contohkan adalah pemahaman Sayyid Qutb dan Hasan Al-Banna.

Sudah pasti tokoh-tokoh pergerakan Islam akan tersinggung dengan contoh yang di sebutkan. Lebih baik “tersinggung” sekarang daripada sudara-saudara muslimku terlambat menyadari keadaan.
Kalau dalam Ahlussunnah wal Jamaah, seorang guru sebaiknya mempunyai “hubungan” dengan yang terdahulu dan pada ujungnya adalah ahlul bait (keluarga) Nabi.
Kalau dalam Salaf(i) beginilah keterhubungan mereka.
Metode Pemahaman Ibnu Taimiyah disiarluaskan oleh muridnya Ibnu Qayim Al jauzi, pengarang salah satu kitabnya adalah “Zadul Ma’ad”
Metode pemahaman beliau-beliau ini tidak mendapat sambutan baik di Siria dan Mesir, karena banyak bertentangan dengan fata-fatwa ulama yang lazim dipakai ketika itu.

Tetapi lama kelamaan, kira-kira 500 tahun kemudian Metode Pemahaman Syaikh Ibnu Taimiyah disambut dan “diangkat kembali” oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, pembangunan Salaf(i) Wahabi atau “Salaf(i) Pertama”
Jalur “Salaf(i) Kedua”
Metode pemahaman Syaikh Ibnu Taimiyah disambut pula di Mesir oelh Syaikh Muhammad Abduh (lahir 1849M, Wafat 1905M).
Dan Muhammad Abduh dengan perantaraan muridnya Syaikh Muhammad Rasyid Redha (wafat 1935M) Metode pemahaman Syaikh Ibnu Taimiyah disiarkan ke seluruh dunia, juga ke Indonesia, dengan memakai sarana majalah “Al-Manar” yang dipimpin oleh Muhammad Rasyid Redha sendiri.
Dari Rasyid Redha tersambung ke Sayyid Quthb dan Hasan al Bana

Ada pula yang berpendapat, bahwa “paham politik” bercampur dengan pemahaman “modernisasi agama” Syaikh Ibnu Taimiyah melalui seorang bangsa Afghanistan, bernama Sayid Jamaluddin Al Afgani (wafat 1897, lebih awal 8 tahun dibandingkan Muhammad Abduh).
Sayid Jamaluddin Al Afgani ini adalah guru dari Muhammad Abduh. Ia seorang “pemimpin politik”, penganut faham Syiah (Zuhrul Islam, Juz I, hal 191).

Sesunggunhya racun “Modernisasi agama”, “Nasionalisme” yang merupakan unsur-unsur yang dihembuskan oleh orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik dalam upaya “mengakhiri” khalifah Turki Ustmani sudah menjadi jelas adanya.
Di saat itu diupayakan kejatuhan khalifah Turki Ustmani oleh orang-orang yang memusuhi Islam (orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik) dengan gerakan mereka “Pusat-Pusat kajian ketimuran” yang dipimpin orientalis barat, “Modernisasi agama” , “Nasionalisme” yang salah satunya di motori Edward Terrence Lawrence (Yahudi dari Inggris) yang harum namanya di Saudi dengan sebutan “Lawrence of Arabia, “Sekularisme” yang dimotori Mustafa Kemal Attaturk (Yahudi dari Dumamah) yang menghancurkan kekhalifahan Turki Utsmani. Inilah sesungguhnya yang dimaksud ghazwul fikri (perang pemahaman).
Orang-orang yang memusuhi Islam paham bahwa mereka tidak akan dapat “mengutak-utik” Al-Qur’an karena terjaga sampai akhir zaman. Yang mereka lakukan adalah menyerang dalam tataran pemahaman / pemikiran.
Mereka suka sekali “mengangkat” ulama yang bertentangan dengan jumhur ulama pada waktu itu yakni Syaikh Ibnu Taimiyah yang sesungguhnya belum memenuhi syarat sebagai imam mujtahid karena keterbatasan pemahaman agamanya. Metode pemahaman beliau yang kita kenal sebagai secara tekstual atau harfiah. Orang-orang yang melabeli beliau sebagai “Syaikhul Islam” sebatas dari kalangan mereka.
“Salaf(i) pertama”  mengeluarkan pernyataan / pendapat bertentangan dengan pendapat kaum Muslim pada umumnya,
Di saat warga Gaza dibantai Zionis Israel, ulama Salaf(i) asal Saudi, Syaikh Shalih Al Luhaidan melarang umat berdemo. Bahkan menyebut pendemo itu sebagai khawarij. ”Demonstrasi yang terjadi di jalanan Arab untuk membela warga Gaza termasuk membuat fasad fi Al Ardhi alias kerusakan di muka bumi,” kata Syeikh Shalih.
Syaikh Nasiruddin al-Albani menyatakan bahwa semua Muslim dan bangsa Palestina yang masih berada di tanah/negeri yang diduduki/dijajah wajib meninggalkan seluruh negeri itu dan menyerahkannya kepada kaum Yahudi, yang telah mengubahnya, setelah mereka menjajahnya, menjadi sebuah Negeri Kafir.
Menurut Abu Hanifah yang mengemukakan kemungkinan berubahnya Negeri Islam menjadi Negeri Kafir syaratnya adalah bahwa
• tanda-tanda Islam telah disingkirkan/dihilangkan darinya dan diganti dengan aturan-aturan kafir
• tidak ada seorang muslim atau kafir dzimmi pun yang masih tinggal disitu merasa aman dengan hukum Islam yang murni/asli,
• negeri itu diberi batas sebagai Negeri Kafir ataupun Negeri Perang.

Dan kita tahu bahwa tidak satupun syarat tersebut ada pada negeri yang sedang dijajah seperti di Palestina, sebab tanda-tanda Islam secara terbuka masih tetap eksis disana, kaum muslimin masih tetap bisa menikmati hukum-hukum Islam, dan tidak ada batas tersendiri sebagai Negeri Kafir ataupun Negeri Perang dalam Wilayah / Negeri Jajahan tersebut, saat ini.
Tetapi syeikh (al-Albani), telah mengumumkan/memfatwakan tanpa kesepakatan ummat bahwa Palestina telah berubah, yang tentu saja menguntungkan Israel, menjadi Negeri Kafir dan Negeri Perang. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban semua muslim yang adalah pemilik dan penduduk negeri untuk mengecam/menentang fatwa tersebut.
Syaikh Abdul Aziz Ibn Baz mengharuskan warga Palestina yang tertindas (madhlum) untuk berdamai dengan Yahudi Israel dengan pendapat bahwa Palestina, Irak, Iran, Kuwait, Indonesia dan bahkan Saudi, tidak mempunyai kekuatan atas Negara Yahudi Israel ?
Menurut Ibn Baz, si tertindas (madhlum) – dalam hal ini warga Palestina -, boleh saja merelakan haknya demi perdamaian untuk keselamatan mereka.
Sebagaimana kaedah: “sesuatu yang tidak bisa didapatkan seluruhnya, maka tidak boleh ditinggalkan seluruhnya”. Ini berdasarkan QS. at-Taghabun ayat 16 dan bahwa “perdamaian itu adalah suatu kebaikan (agama)”. Berdasarkan pada QS. an-Nisa’ ayat 128:
Ibn Baz hanya fokus pada perintah Allah yakni “mengadakan perdamaian” namun beliau melupakan larangan Allah pada QS al-Baqarah ayat 120, QS Ali Imran ayat 118 dan 119.

“Salaf(i) pertama” adalah ulama-ulama pragmatis sebagaimana Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang berupaya mempertahankan “status quo” kerajaan Su’ud. Sehingga bahasa “fatwa” wahhabi tergantung regulasi-politis kerajaan.
Untuk  memenuhi sikap pragmatis tersebut,  ada kemungkinan sampai melakukan  ”perubahan” atas kitab-kitab Ulama di Timur Tengah yang terdahulu
Sekarang kita dapat melihat beragam tanggapan muslim lain terhadap saudara-saudara muslim kita Salaf(i).  Salah satunya
Mengapa mereka tidak mengkaji ulang metode pemahaman (madzhab) yang diikuti ?
Saya pribadi menyarankan saudara-saudaraku untuk meninggalkan madzhab Salaf(i), kalau pun mau mengikuti Salaf / Sunnah secara langsung maka ikutilah yang sesungguhnya, sebaiknya jangan mengikuti metode pemahaman Syaikh Ibnu Taimiyah atau Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab atau syaikh-syaikh sealiran.
Persiapkanlah sumber-sumber penggalian salaf sesungguhnya. Namun karena terlampau jauhnya waktu masa sekarang dengan generasi terbaik (Salafush Solih) dan sukarnya mencari sumber-sumber / kitab yang asli  maka sebagaimana kebanyakan umat muslim dapat menggunakan hasil yang telah dicapai imam madzhab yang empat atau imam-imam mujtahid lainnya yang diakui oleh jumhur ulama bukannya imam yang ditentang oleh jumhur ulama.
Wallahu a’lam

Satu Tanggapan
Kalaun Antum Mau tahu potret Salafi yang akarnya dari salafus shaleh lihatlah Syekh Usama Bin Laden jangan Lihat Al Albani dll. Syekh Usama harus kita akui bagaimanapun beliau menentang Raja Murtad Saudi dan berlepas diri dari ulama salafi Istana Saudi, para ulama yg mengklaim salafi tersebut tidak lebih kecuali jongosnya Raja. Fatwa mereka selalu menguntungkan Amerika dan Zionis. Lihat fatwa mereka atas palestina dan fatwa busuk mereka atas sahnya Amerika untuk memerangi mujahidin dan kaum muslimin dengan alasan memerangi “teroris” . Ulama2 tersebut adalah hidup dari dolar dan dinar atas penumpakan darah mujahidin yang hidup demi penegakan laa ilaha illallah dan mengembalikan ‘izzatul Islam wal muslimin. Silakan ikuti dan pelajari potret salafi sesungguhnya dihttp://lintastanzhim.wordpress.com/
Syukran semoga ada keinginan untuk belajar dan belajar

=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar