Takfir (Pengkafiran)

Kami kembali dari tanah suci dengan membawa beberapa buku yang diterbitkan oleh penguasa di sana yang merupakan penjabaran apa yang dipahami oleh para ulama mereka pada masa kini. Buku-buku tersebut diberikan secara gratis dan telah dialih-bahasakan dalam beberapa bahasa negara termasuk bahasa Indonesia untuk para jama’ah haji Indonesia.
Ada sebuah buku saku yang kami bawa dari sana yang memuat sepuluh hal-hal yang membatalkan keislaman.  Salah satu poinnya (point ke tiga) diuraikan bahwa barangsiapa yang tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau ragu akan kekafiran mereka, atau membenarkan paham (madzhab) mereka, maka dengan demikian dia telah kafir.
Dari buku-buku lain yang kami dapat dari sana,  dapat diketahui bahwa ada yang dimaksud sebagai orang-orang musyrik adalah berdasarkan pemahaman “tauhid jadi tiga”, bahwa banyak hamba Allah yang telah bersyahadat baru mencapai Tauhid Rububiyyah (menciptakan, memiliki dan mengatur langit dan bumi serta seisinya adalah Allah saja) belum sampai kepada Tauhid Uluhiyah (ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah). Mereka berprasangka bahwa banyak hamba Allah yang telah bersayahadat namun belum bertauhid Uluhiyah atau banyak hamba Allah yang beribadah belum hanya ditujukan kepada Allah .
Sehingga berdasarkan prasangka dan pemahaman mereka tersebut jatuhlah hukum atau penilaian mereka terhadap hamba Allah yang telah bersyahadat sebagai termasuk orang musyrik.
Jika ada muslim yang tidak mengikuti prasangka dan pemahaman seperti mereka maka dengan demikian dia telah kafir.
Begitulah “kesibukan” mereka menghukum atau menilai terhadap hamba-hamba Allah yang telah bersyahadat.
Kesibukkan kaum Salafi Wahabi menjatuhkan vonis/hukum kafir kepada hamba Allah lainnya yang telah jelas-jelas bersyahadat hanya berdasarkan prasangka dan apa yang mereka pahami semata.
Kemungkinan hal seperti itulah, sehingga kita dapat menduga bagaimana mereka “memandang” saudara-saudara muslim kita baik di Palestina, Afghanistan, Irak, Somalia dan belahan dunia lainnya yang tengah berperang menghadapi kaum yang Allah ta’ala jelaskan dalam ( QS Al Maaidah [5]: 82 ).
Bisa jadi mereka berpemahaman bahwa peperangan-peperangan tersebut terjadi karena saudara-saudara muslim kita “baru” mencapai tauhid Rububiyah belum mencapai tauhid Uluhiyah sehingga Allah ta’ala menjatuhkan cobaan kepada mereka dengan mengalami peperangan seperti itu. Wallahu a’lam.
Sehingga dapat dimengerti mereka terus “melanjutkan” perjanjian dengan kaum Yahudi dan kaum musyrik Amerika untuk mengelola karunia Allah ta’ala dalam bentuk tambang minyak dan lain-lain .
Padahal telah jelas-jelas bahwa kaum Yahudi dan kaum Musyrik Amerika dan negera lainnya telah memerangi kaum muslim di belahan dunia lainnya sehingga seharusnya tidak patut untuk meneruskan “perjanjian” dengan kaum kafir termasuk apa yang telah dilakukan oleh para penguasa negeri kita.
Benarkah mereka sesungguhnya telah mentakfirkan hamba-hamba Allah yang telah bersyahadat yang tidak sepemahaman dengan mereka ?
Prof. Dr. Assayyid Muhammad Bin Assayyid Alwi Bin Assayyid Abbas Bin Assayyid Abdul Aziz Almaliki Alhasani Almakki Alasy’ari Assyadzili atau dikenal dengan nama panggilan  Sayyid Muhammad Al-Maliki atau dipanggil pula Abuya berupaya mengungkapkan atau menyampaikan  kesalahpahaman ulama-ulama Wahabi/Salafi dalam tulisan “PAHAM-PAHAM YANG HARUS DILURUSKAN” . Tulisan selengkapnya silahkan baca pada link-link berikut,
Abuya adalah sosok ulama terakhir yang mempertahankan dan menyiarkan pemahaman Ahlussunnah Wal Jam’ah yang sebenarnya.
Setelah wafatnya Beliau pada 15 ramadhan 1425 H / 2004 M, maka pemahaman Wahabi menguasai seluruh wilayah kerajaan Saudi.
Ayah dan kakek beliau, adalah ketua para khatib dan da’i di kota Makkah. Demikian juga dengan Abuya, profesi tersebut digeluti yakni sejak tahun 1971 dan harus berakhir pada tahun 1983, saat beliau dicekal dari kedudukan terhormat itu akibat penerbitan kitabnya yang berjudul; Mafahim Yajibu an Tushahhhah (Pemahaman-Pemahaman yang Harus Diluruskan), sebuah kitab yang banyak meluruskan paham yang selama ini diyakini oleh ulama-ulama Wahabi. Paham Wahabi sangat menguasai keyakinan mayoritas ulama Saudi Arabia dan mempunyai peran pesar dalam mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah.
Setelah pencekalan beliau dari pengajian umum dan khutbah, beliau mendedikasikan dirinya dalam pendidikan secara privat kepada ratusan murid-muridnya, dengan penekanan murid-murid dari Asia Tenggara, di kediaman di jalan Al Maliki di distrik Rushaifah Makkah sampai beliau wafat.
Berikut cuplikan tulisan Beliau,
LARANGAN MENJATUHKAN VONIS KUFUR ( TAKFIR )
SECARA MEMBABI BUTA
Banyak orang keliru dalam memahami substansi faktor-faktor yang membuat seseorang keluar dari Islam dan divonis kafir. Anda akan menyaksikan mereka segera memvonis kafir seseorang hanya karena ia memiliki pandangan berbeda. Vonis yang tergesa-gesa ini bisa membuat jumlah penduduk muslim di dunia tinggal sedikit. Kami, karena husnuddzon, berusaha memaklumi tindakan tersebut serta berfikir barangkali niat mereka baik. Dorongan kewajiban mempraktekkan amar ma’ruf nahi munkar mungkin mendasari tindakan mereka. Sayangnya, mereka lupa bahwa kewajiban mempraktekkan amar ma’ruf nahi munkar harus dilakukan dengan cara-cara yang bijak dan tutur kata yang baik ( bil hikmah wal mau’idzoh al – hasanah ).
Jika kondisi memaksa untuk melakukan perdebatan maka hal ini harus dilakukan dengan metode yang paling baik sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Nahl : 125, yang artinya:
“Serulah ( manusia ) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”.
Praktek amar ma’ruf nahi munkar dengan cara yang baik ini perlu dikembangkan karena lebih efektif untuk menggapai hasil yang diharapkan. Menggunakan cara yang negatif dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar adalah tindakan yang salah dan tolol.
Jika Anda mengajak seorang muslim yang sudah taat mengerjakan sholat, melaksakan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah, menjauhi hal-hal yang diharamkan-Nya, menyebarkan dakwah, mendirikan masjid, dan menegakkan syi’ar-syi’ar-Nya untuk melakukan sesuatu yang Anda nilai benar sedangkan dia memiliki penilaian berbeda dan para ulama sendiri sejak dulu berbeda pendapat dalam persoalan tersebut kemudian dia tidak mengikuti ajakanmu lalu kamu menilainya kafir hanya karena berbeda pandangan denganmu maka sungguh kamu telah melakukan kesalahan besar yang Allah melarang kamu untuk melakukannya dan menyuruhmu untuk menggunakan cara yang bijak dan tutur kata yang baik.
Al-Allamah Al-Imam Al-Sayyid Ahmad Masyhur Al-Haddad mengatakan, “ Telah ada konsensus ulama untuk melarang memvonis kufur ahlul qiblat ( ummat Islam ) kecuali akibat dari tindakan yang mengandung unsur meniadakan eksistensi Allah, kemusyrikan yang nyata yang tidak mungkin ditafsirkan lain, mengingkari kenabian, prinsip-prinsip ajaran agama Islam yang harus diketahui ummat Islam tanpa pandang bulu (Ma ‘ulima minaddin bidldloruroh), mengingkari ajaran yang dikategorikan mutawatir atau yang telah mendapat konsensus ulama dan wajib diketahui semua ummat Islam tanpa pandang bulu.
Ajaran-ajaran yang dikategorikan wajib diketahui semua ummat Islam (Ma‘lumun minaddin bidldloruroh) seperti masalah keesaan Allah, kenabian, diakhirinya kerasulan dengan Nabi Muhammad SAW, kebangkitan di hari akhir, hisab ( perhitungan amal ), balasan, sorga dan neraka bisa mengakibatkan kekafiran orang yang mengingkarinya dan tidak ada toleransi bagi siapapun ummat Islam yang tidak mengetahuinya kecuali orang yang baru masuk Islam maka ia diberi toleransi sampai mempelajarinya kemudian sesudahnya tidak ada toleransi lagi.
Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan sekelompok perawi yang mustahil melakukan kebohongan kolektif dan diperoleh dari sekelompok perawi yang sama. Kemutawatir bisa dipandang dari :
1. Aspek isnad seperti hadits :
من كذب عليّ معتمدا فليتبوا مقعده من النار
” Barangsiapa berbohong atas namaku maka carilah tempatnya di neraka.”
2. Aspek tingkatan kelompok perawi seperti kemutawatiran Al-Qur’an yang kemutawatirannya terjadi di muka bumi ini dari wilayah barat dan timur dari aspek kajian, pembacaan, dan penghafalan serta ditransfer dari kelompok perawi satu kepada kelompok lain dari berbagai tingkatannya sehingga ia tidak membutuhkan isnad.
Kemutawatiran ada juga yang dikategorikan mutawatir dari aspek praktikal dan turun-temurun ( tawuturu ‘amalin wa tawarutsin ) seperti praktik atas sesuatu hal sejak zaman Nabi sampai sekarang, atau mutawatir dari aspek informasi ( Tawaturu ‘ilmin ) seperti kemutawatiran mu’jizat-mu’jizat. Karena mu’jizat-mu’jizat itu meskipun satu persatunya malah sebagian ada yang dikategorikan hadits ahad namun benang merah dari semua mu’jizat tersebut mutlak mutawatir dalam pengetahuan setiap muslim.
Memvonis kufur seorang muslim di luar konteks di muka adalah tindakan fatal. Dalam sebuah hadits disebutkan :
إذا قال الرجل لأخيه يا كافر فقد باء بها أحدهما.( رواه البخاري عن أبي هريرة رضي الله عنه )
” Jika seorang laki-laki berkata kepada saudara muslimnya ”Hai kafir !” maka vonis kufur telah jatuh pada salah satu dari keduanya.” ( H.R.Bukhari dr Abu Hurairah R.A )
Vonis kufur tidak boleh dijatuhkan kecuali oleh orang yang mengetahui seluk-beluk keluar masuknya seseorang dalam lingkaran kufur dan batasan-batasan yang memisahkan antara kufur dan iman dalam hukum syari’at Islam.
Tidak diperkenankan bagi siapapun memasuki wilayah ini dan menjatuhkan vonis kufur berdasarkan prasangka dan dugaan tanpa kehati-hatian, kepastian dan informasi akurat. Jika vonis kufur dilakukan dengan sembarangan maka akan kacau dan mengakibatkan penduduk muslim yang berada di dunia ini hanya tinggal segelintir.
Demikian pula, tidak diperbolehkan menjatuhkan vonis kufur terhadap tindakan-tindakan maksiat sepanjang keimanan dan pengakuan terhadap syahadatain tetap terpelihara. Dalam sebuah hadits dari Anas RA, Rasulullah SAW bersabda :
ثلاث من أصل الإيمان : الكف عمن قال : لا إله إلا الله لا نكفره بذنب ولا نخرجه عن الإسلام بالعمل , والجهاد ماض منذ بعثني الله إلى أن يقاتل آخر أمتي الدجال لا يبطله جور جائر
ولا عدل عادل والأقدار.( أخرجه أبو داود )
“Tiga hal merupakan pokok iman ; menahan diri dari orang yang menyatakan Tiada Tuhan kecuali Allah. Tidak memvonis kafir akibat dosa dan tidak mengeluarkannya dari agama Islam akibat perbuatan dosa ; Jihad berlangsung terus semenjak Allah mengutusku sampai akhir ummatku memerangi Dajjal. Jihad tidak bisa dihapus oleh kelaliman orang yang lalim dan keadilan orang yang adil ; dan meyakini kebenaran takdir”.
Imam Al-Haramain pernah berkata, “ Jika ditanyakan kepadaku :  Tolong jelaskan dengan detail ungkapan-ungkapan yang menyebabkan kufur dan tidak”. Maka saya akan menjawab,” Pertanyaan ini adalah harapan yang bukan pada tempatnya. Karena penjelasan secara detail persoalan ini membutuhkan argumentasi mendalam dan proses rumit yang digali dari dasar-dasar ilmu Tauhid.  Siapapun yang tidak dikarunia puncak-puncak hakikat maka ia akan gagal meraih bukti-bukti kuat menyangkut dalil-dalil pengkafiran”.
Berangkat dari paparan di muka kami ingatkan untuk menjauhi pengkafiran secara membabi buta di luar point-point yang telah dijelaskan di atas. Karena tindakan pengkafiran bisa berakibat sangat fatal.
Hanya Allah yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus dan hanya kepada-Nya lah tempat kembali.
Wassalam
Zon di Jonggol

Catatan:
Banyak pertanyaan yang disampaikan kepada kami bahwa “Apa benar kaum Wahabi/Salafi mentakfir / mengkafirkan hamba-hamba Allah yang telah bersyahadat lainnya namun beda cara pemahamannya ?“
Berikut contoh kecilnya
Sebagai contoh bahwa ulama Salafi/Wahabi yang menguasai pemahaman Agama di wilayah kerajaan Saudi melakukan pentakfiran kepada kaum muslim lainnya.
Ulama Salafi/Wahabi bekerjasama dengan penguasa kerajaan (turun temurun) Saudi  telah memasukkan dalm kurikulum pendidikan mereka bahwa umat muslim yang mendalami Tasawuf adalah sesat. Hal ini disampaikan oleh Prof. DR. Assayyid Muhammad bin Alwi Almaliki Alhasani atau dipanggil Abuya, dalam makalahnya untuk pertemuan pada tanggal Pertemuan: 5 s.d. 9 Dzulqo’dah 1424 H di Makkah Al Mukarohmah dengan judul makalah “EKSTREM DALAM PEMIKIRAN AGAMA, PENGARUHNYA PADA KEMUNCULAN TINDAKAN, TERORIS DAN ANARKIS”
Berikut cuplikan tulisannya
Pembagian Klaim Syirik & Kufur kepada Kelompok–Kelompok Islam dalam Kurikulum Pembelajaran, dalam pertemuan dan kesempatan yang baik ini, saya ingin mengingatkan kepada Anda sekalian tentang sebagian kurikulum sekolah, khususnya materi tauhid.
Dalam materi tersebut terdapat pengafiran, tuduhan syirik dan sesat terhadap kelompok-kelompok Islam sebagaimana dalam kurikulum tauhid kelas tiga Tsanawiy (SLTP) cetakan tahun 1424 Hijriyyah yang berisi klaim dan pernyataan bahwa kelompok Shuufiyyah (aliran–aliran tashowwuf ) adalah syirik dan keluar dari agama.
Makalah selengkapnya bisa dibaca pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2010/06/01/2010/08/18/ekstrem-dalam-pemikiran-agama/
Sedangkan Salafi/Wahabi menurut pandangan Abuya, yang merupakan sebuah paham yang mengaku mengikuti Salafush Sholeh, menurut pendapat beliau,
“Sungguh, pengakuan itu sangat mulia apabila pengakuan itu mereka realisasikan.
Beberapa golongan lainnya mengaku ahli hadits (berpegang teguh kepada hadits).
Pengakuan ini pun sangat mulia.
Sebagian yang lain mengatakan tidak perlunya bermadhzab dan hanya berpegang teguh dengan al Qur’an dan as Sunnah saja karena al Qur’an dan as Sunnah adalah pilar-pilar agung berdirinya agama Islam sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wasallam. إِنِّى قَدْ خَلَفْتُ فِيْكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا مَا أَخَذْ تُمْ بِهِمَا أَوْ عَمِلْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ الله وَسُنَّتِى وَلَنْ يَفْتَرِقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَي الْحَوْضِ (رواه البيهقى في السنن
“Sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian dua pusaka. Kalian tidak akan tersesat selagi berpegang teguh atau mengamalkan keduanya, yaitu al Qur’an dan Sunnahku. Keduanya tidak terpisahkan sampai mengantarkan aku ke al-haudl/telaga.”(H.R. al Baihaqy).
Pengakuan ini pada hakikatnya sangat terpuji.
Namun, pengakuan-pengakuan ini hanya pengakuan dari orang-orang yang bukan ahlinya. Pengakuan dari orang-orang yang berfatwa secara individual tanpa ada dasar ataupun sandaran dari para ulama yang terpercaya. Pendapat dan fatwa-fatwa mereka terlontar begitu saja tanpa adanya batasan, keterikatan kaidah-kaidah, bahkan asal-usulnya.
Oleh karena itu, mereka mengingkari dan menyanggah keyakinan orang-orang selain mereka.
Mereka beranggapan, “hanya merekalah yang berada dalam jalan kebenaran dan selain mereka telah terjerumus dalam kesesatan.”
Hal ini adalah salah satu pijakan atas apa-apa yang kita dengar dari mereka dalam mengafirkan, memusyrikkan, dan menuduhkan hukum-hukum dengan memberikan julukan-julukan dan sifat-sifat yang tidak pantas bagi seorang muslim yang bersaksi bahwa tiada Tuhan yang hak disembah selain Allah ta’ala dan bahwa Muhammad Shollallahu Alaihi Wasallam adalah utusan Allah ta’ala.
Misalnya, tuduhan mereka dengan mengatakan kepada orang-orang yang tidak sependapat dengan mereka dengan sebutan ”perusak! dajjal! ahli bid’ah! Bahkan, pada akhirnya mereka mengatakan “musyrik, kafir, dan lainnya. Sungguh, sangat sering kita dengar dari orang-orang yang mengaku berakidah, mereka membabi buta mengucapkan kata-kata keji di atas.”
Jadi menurut pendapat saya, pengakuan kaum Salafi/Wahabi bahwa pemahaman mereka adalah pasti sesuai dengan pemahaman Salafush Sholeh sehingga diluar pemahaman mereka adalah sesat alias kafir
Sebagai contoh apa yang disampaikan oleh Syaikh Albani
“Berdasarkan pengetahuan saya, setiap golongan atau kelompok yang ada di muka bumi Islam ini, saya berpendapat sesungguhnya mereka semua tidaklah berdakwah pada dasar yang ketiga, sementara dasar yang ketiga ini adalah pondasi yang kokoh.
Mereka hanya menyeru kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam saja, di sisi lain mereka tidak menyeru (berdakwah) pada manhaj Salafus Shalih kecuali hanya satu jamaah saja”.
Salafi adalah pemahaman yang salah satunya dicetuskan dan dipahami oleh Syaikh Ibnu Taimiyah
sedangkan Salafi Wahabi adalah pemahaman yang dipahami oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang berkolaborasi dengan penguasa keluarga Saudi. Dimana menurut pengakuan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab beliau mengikuti atau berguru secara tidak langsung dengan Syaikh Ibnu Taimiyah. Saya katakan berguru secara tidak langsung karena beliau tidak bertemu muka dengan Syaikh Ibnu Taimiyah karena zaman kehidupan beliau berpaut beratus tahun kemudian. Sehingga pada hakikatnya pahama Salafi Wahabi sebenarnya adalah apa yang telah dipahami (ijtihad) oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Pemahaman inilah yang sekarang menguasai pemahaman di wilayah kerajaan Arab Saudi dan sekarang diupayakan untuk diperluas ke seluruh dunia. Salah satu sarananya adalah melalui undangan beasiswa pendidikan untuk pemuda/pemudi bagi seluruh negara muslim. Menurut kabar untuk Indonesia yang seleksinya pada tahun ini (2010) mendapatkan jatah 100 siswa/mahasiswa.
Wassalammualaikum
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar