Pendangkalan wawasan keagamaan
Tulisan kami sebelumnya tentang “Boleh jadi mereka malah telah memfitnah para Salafush Sholeh” pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/06/12/boleh-jadi-fitnah/ adalah untuk menyadari adanya pendangkalan wawasan keagaman bahwa seolah-olah kebenaran itu hanyalah berdasarkan pemahaman/pendapat syaikh/ulama/ustadz kalangan mereka sendiri. Seolah-olah kebenaran hanyalah sebatas apa yang (kaum) mereka pahami dan mereka kadang menilai atau bahkan menhujat saudara muslimnya sendiri berdasarkan pemahaman (kaum) mereka semata. Ingatlah nasehat orang-orang sholeh kita dahulu, Jangan mengukur orang lain dengan pakaian sendiri
Mereka berulang kami menghujat saudara muslim lainnya sebagai ahlul bid’ah , namun pada kenyataannya mereka tidak dapat memahami tentang bid’ah dengan baik. Mereka berulang kali mengatakan sebagai hal yang termasuk tahayul atau khurafat, namun pada kenyataannya hal itu adalah cerita hikmah atau sebuah nasehat semata.
Pendangkalan wawasan keagamaan, seperti kita saksikan dewasa ini, juga membawa sebagian dari para pemuda kita bersikap fanatik (ta’assub) dan menuhankan pendapat sendiri (istibdad bir ro’yi) khususnya dalam masalah–masalah yang sebetulnya di situ ijtihad bisa diterima.Orang–orang yang biasa berdebat, bertukar pendapat, dan berdialog pasti mengenal ungkapan, “Pendapatku benar, tetapi mungkin juga salah. Dan pendapat lawanku salah, tetapi mungkin juga benar.”
Adapun tidak mengakui pendapat dan mengingkari kebenaran yang dimiliki orang lain yang bersilang pendapat dengannya maka sungguh itu adalah salah satu bencana besar yang diakibatkan oleh ghuluw, khususnya pada saat ini. Kiranya tak ada satu pun orang berakal yang mengingkari bahwa jika manusia tidak mengerti akan sesuatu maka pasti memusuhi sesuatu tersebut.
Faktor bencana ini, (sekali lagi adalah), minimnya pengetahuan agama, bangga dengan pendapat sendiri (i’jaab bir ro’yi) dan cenderung menuruti hawa nafsu. Sebagian dari kaum ekstremis bahkan sampai bertindak kelewat batas dengan membodohkan orang lain dan menuduhnya sesat dan keluar dari agama.
Ini pun disebabkan oleh fanatik dan keyakinan bahwa hanya pendapat sendiri yang paling benar serta berusaha mempertahankan egonya. Sudah barang tentu bahwa hal tersebut merupakan bentuk fanatik yang paling dominan, eksklusif, dan semaunya. Karena itu, wajib bagi para ulama untuk menyelamatkan para pemuda dari fanatisme. Wajib pula bagi para ulama menyadari bahwa hal ini merupakan tantangan yang harus mereka hadapi. Mereka harus memiliki semangat tinggi untuk memberikan perhatian dan terapi kepada pasien-pasien yang sudah terlanjur terjangkit wabah ini agar mereka bisa segera sembuh.
Jika hal itu dibiarkan, akan berdampak pada kehancuran, umat tercabik, dan terpecah belah. Padahal, Allah telah berfirman, “Jangan kalian saling berselisih karena itu membuat kalian lemah dan hilang bau kalian.” (Q.S. al Anfaal: 46)
“Dan berpegang teguhlah kalian semua dengan tali Allah dengan berjama’ah dan jangan berpecah belah.” (Q.S. Ali Imran: 103).
Ingatlah selalu walaupun mereka menguasai bahasa Arab bukanlah pasti kebenaran apa yang disampaikan oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Qoyyim Al Jauziah, Muhammad bin abdul Wahhab, Al Albani, Robi’ bin Hadi bin Umair Al-Madkholi, dll. Bahkan Syaikh DR. Bakr bin Abdillah Abu Zaid (anggota Hay`ah Kibar Al-‘Ulama di Saudi dan anggota Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah wal Ifta`) menolak untuk memberikan kata pengantar bagi buku ulama Robi’ bin Hadi bin Umair Al-Madkholi yang berjudul “Adhwa` Islamiyyah ‘Ala ‘Aqidati Sayyid Quthb wa Fikrih,” hanya dikarenakan akhlak beliau yang kurang baik dalam adab tulisan sebagaimana yang telah diuraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/05/19/tak-jadi-dituliskan/
Akhlah yang baik adalah ciri orang beragama.
Rasulullah menyampaikan yang maknanya “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).
Orang yang berakhlak baik termasuk orang yang sholeh (sholihin, muhsinin) , merekalah yang pasti dalam kebenaran dan memperoleh karunia ni’mat dari Allah Azza wa Jalla. Merekalah yang termasuk 4 golongan manusia di sisi Allah Azza wa Jalla yakni para Nabi, Shiddiqin, para Syuhada dan orang-oang yang sholeh.
“Tunjukilah kami jalan yang lurus” (QS Al Fatihah [1]:6 )
” (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka….” (QS Al Fatihah [1]:7 )
“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Salah satu indikator bahwa kita telah menta’ati Allah Azza wa Jalla dan RasulNya adalah ke-sholeh-an. Ke-sholeh-an adalah sertifikat pengikut Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sebagaimana yang telah kami sampaikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2009/12/20/2011/05/10/sertifikat-pengikut-rasulullah/
Semoga Allah Azza wa Jalla meridhoi kita untuk dapat berkumpul dengan orang-orang yang sholeh sebagaimana mereka yang lainnya yang disisi Allah Ar Rahmaan Ar Rahiim
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
=====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar