Kembalilah seperti semula

Semoga mereka dapat kembali seperti semula
Semoga mereka  dapat kembali seperti semula sebelum mereka mendapatkan “indoktrinisasi” pemahaman ketika mengenyam atau mengikuti pendidikan dari para ulama dengan metodologi “terjemahkan saja” atau ulama yang memperlakukan terjemahan sama dengan makna. Hal ini telah kami contohkan dalam tulisan pada
Permasalahan dalam dunia Islam, bagi mereka yang belajar ke “barat” kemungkinan besar akan tercemar oleh paham Sekulerisme, Liberalisme, Pluralisme. Sedangkan bagi mereka yang belajar ke “timur” seperti wilayah kerajaan dinasti Saudi yang dikenal sebagai sahabat “barat” akan terkena kurikulum pendidikan yang disusun bersama dengan sahabat mereka sebagaimana yang diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/02/07/muslim-bukanlah-ekstrimis/
Hal ini  merupakan bagian dari upaya ghazwul fikri yang dilakukan oleh kaum Yahudi , yang pada masa kini adalah kaum Zionis Yahudi. Kaum Zionis Yahudi berupaya untuk mengarahkan  atau bahkan mengindoktrinisasi segelintir umat muslim  sehingga mereka mencintai dan rela dipimpin kaum Yahudi. Inilah yang dimaksud “the new world order” (NWO).
Kesalahpahaman mereka menjadikan kaum yang dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla sebagai teman kepercayaan dan bahkan sebagai pemimpin.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (Ali Imran, 118)

“Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati“. (Ali Imran, 119)
Hadits yang diriwayatkan Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya dari Adi bin Hatim. Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Abu Dzar, dia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tentang orang-orang yang dimurkai“, beliau bersabda, ‘Kaum Yahudi.’ Saya bertanya tentang orang-orang yang sesat, beliau bersabda, “Kaum Nasrani.“
Setelah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam diutus oleh Allah Azza wa Jalla maka kaum Yahudi, kaum Nasrani dan kaum non muslim lainnya tidaklah mereka dikatakan beragama dan tidak pula termasuk orang beriman sampai mereka bersyahadat. Hal ini telah diuraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/08/31/2011/01/21/agama-hanya-islam/ dan  http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/08/31/2010/10/27/orang-orang-beriman/
Pada hakikatnya kesalahpahaman-kesalahpahaman saudara-saudara muslim kita yang belajar agama ke “barat” maupun ke “timur” ditimbulkan karena mereka memahami Al Qur’an dan Hadits dengan metodologi “terjemahkan saja”
Memang Al-Quran “dengan bahasa Arab yang jelas”. (QS Asy Syu’ara’ [26]: 195) namun dalam firman Allah ta’ala pada ayat lain yang menerangkan bahwa walaupun Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab yang jelas namun pemahaman yang dalam haruslah dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten (ahlinya). “Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui” (QS Fush shilat [41]:3).
Allah ta’ala telah menegaskan yang dapat memahami Al Qur’an dengan baik adalah Ulil Albab
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Dan hanya Ulil Albab yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)“. (QS Al Baqarah [2]:269 )

“Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan Ulil Albab” (QS Ali Imron [3]:7 )
Ulil Albab dengan ciri utamanya adalah,
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (Ali Imran [3] : 191)

Ulil Albab adalah mereka yang menggunakan dalil aqli atau akal qalbu atau mereka yang menggunakan hati.  Ulil Albab berasal dari lubb, qalb atau hati.
Dalam sebuah hadits qudsi, Allah Azza wa Jalla berfirman: ’Telah Kucipta seorang malaikat di dalam tubuh setiap anak keturunan Adam. Di dalam malaikat itu ada shadr. Di dalam shadr itu ada qalb. Di dalam qalb itu ada fu`aad. Di dalam fu`aad itu ada syagf. Di dalam syagf itu ada lubb. Di dalam lubb itu ada sirr. Dan di dalam sirr itu ada Aku.’
Dengan hati mereka mendapatkan cahayaNya atau petunjukNya untuk memahami Al Qur’an dan Hadits. Sebagai contoh ketika memamahami ayat-ayat sifat Allah sebagaimana  contohnya para ulama pengikut Imam Asy’ari dan Imam Maturidi yang menguraikan Aqidatul Khomsin, Lima puluh Aqidah yang terkenal dengan istilah “sifat wajib bagi Allah”. Tentang dalil akal telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/16/dalil-akal/dan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/15/pahamilah-dengan-hati/
Aqidatul Khomsin yang ditinggalkan oleh segelintir ulama  mereka  karena  mereka menganggap sebagai kebid’ahan atau tidak dikatakan oleh Allah ta’ala maupun RasulNya
Aqidatul Khomsin adalah istiqra (hasil telaah) dari dalil naqli (Al Qur’an dan Hadits)  yang menjadi dalil aqli untuk sebagai pedoman kita memahami ayat-ayat tetang sifat Allah.  Tentang Aqidatul Khomsin, ada sedikit diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/07/07/lima-puluh-aqidah/ dan http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/04/10/nothing-likes-him/
Mereka menggunakan metodologi “terjemahkan saja” dan melupakan alat bahasa seperti nahwu, shorof, balaghoh dll
Diantara mereka mengatakan bahwa nahwu, shorof, balagoh adalah alat untuk pembuat syair tidak dibutuhkan untuk memahami Al Qur’an dan Hadits karena cukup dengan tinjauan bahasa (lughat) dan istilah (terminoloigis) semata
Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa Maulid Barjanzi – Syekh Ja’far Al-Barzanji, 1126-1177 H penuh dengan kesyirikan
***** awal kutipan ******
Dalam memahami berbahasa Arab, termasuk bahasa lainnya, hendaknya menggunakan disiplin tatabahasa dan ilmu lainya. Seperti memahami Sya’ir pada Maulid Barjanzi – Syekh Ja’far Al-Barzanji, 1126-1177 H :
Contoh
أَنْتَ لِلرُّسْلِ خِتاَمٌ أَنْتَ لِلْمَوْلىَ شَكُوْرُ
Engkau adalah penutup bagi para Rosul, Engkau jua yang paling bersyukur pada Tuhan
عَبْدُكَ المِسْكِيْنُ يَرْجُوْ فَضْلَكَ الجَمَّ الغَفِيْرُ
Hambamu yang pantas dikasihani ini mengharap keutamanmu yang begitu banyak
(أَنْتَ) ياَرَسُوْلَ اللهِ (لِلرُّسْلِ خِتاَمٌ) فَلاَرَسُوْلَ وَلاَنَبِيَّ بَعْدَكَ (أَنْتَ لِلْمَوْلىَ شَكُوْرُ) بِفَتْحِ الشَّيْنِ أَىْ كَثِيْرُ الشُّكْرِ (عَبْدُكَ المِسْكِيْنُ) بِكَسْرِ المِيْمِ وَفَتْحِهاَ أَىْ الذَّلِيْلُ وَالضَّعِيْفُ (يَرْجُوْ فَضْلَكَ الجَمَّ) أَىْ الكَثِيْرَ (الغَفِيْرَ) الوَاسِعَ
Artinya :
(Engkau) wahai Rasulullah (adalah penutup bagi para Rosul) karena tidak ada Rosul dan Nabi setelah engkau (engkau jua yang paling bersukur pada Tuhan) fatah huruf Syin, artinya banyak bersyukur (hambamu yang pantas dikasihani ini) kasrah huruf mim dan ia boleh fatah, artinya hamba yang hina dan lemah (mengharap keutamanmu yang begitu banyak) artinya banyak dan berlimpah.
فَقَوْلُهُ عَبْدُكَ مُبْتَدَأٌ وَالمِسْكِيْنُ صِفَةٌ لَهُ وَقَوْلُهُ يَرْجُوْ فِعْلٌ مُضاَرِعٌ وَالفاَعِلُ ضَمِيْرٌ يَعُوْدُ إِلىَ عَبْدِكَ وَالجُمْلَةُ خَبَرُ المُبْتَدَأ وَقَوْلُهُ الجَمَّ الغَفِيْرَ صِفَتاَنِ لِفَضْلِكَ
Artinya :
Lafadz Abduka (hambamu) menurut ilmu nahwu adalah “mubtada” dan lafadz Al-Miskin (yang pantas dikasihani) adalah “sifat” dari lafadz Abduka. Lafadz Yarju (mengharap) adalah fi’il mudlore dan fail-nya adalah dlomir yang kembali pada Abduka dan menjadi jumlah khobar-mubtada. Lafadz Jammal-ghofiru (banyak yang melimpah) adalah dua “sifat” untuk lafadz fadlika (keutamaanmu).
Berikut penjelasan ust Ahmad Daerobiy
a. Kalimat “Engkau (Rosulullah) penutup para Nabi dan Rasul, hal ini berdasarkan hadits ;
مَثَلِى وَمَثَلُ الأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِى كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بُنْيَانًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ إِلاَّ مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ مِنْ زَوَايَاهُ فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ وَيَقُولُونَ هَلاَّ وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ – قَالَ – فَأَنَا اللَّبِنَةُ وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ
Artinya :
Perumpamaanku dengan para nabi sebelum aku ialah laksana seorang lelaki yang membangun rumah yang bagus nan indah, akan tetapi ada lahan bangunan fiktif disekelilingnya, lalu semua orang mengelilingi lahan fiktif itu, membanggakan dan mereka berkata “Ayo kita bangun baru lahan bangunan ini !?” (maksudnya membuat agama atau sekte baru) Nabi bersabda “Aku adalah lahan nyata (agama nyata) dan aku adalah penutup para nabi. (HR. Sohih Bukhori Muslim)

b. Kalimat “Engkau jua yang paling bersyukur pada Tuhan” hal ini berdasarkan hadist ;
حَدَّثَناَ أَبُوْ نُعَيْمٍ قاَلَ حَدَّثَناَ مُسْعِرٌ عَنْ زِياَدٍ قاَلَ سَمِعْتُ المُغِيْرةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُوْلُ إِنْ كاَنَ النَّبِيُّ Tلِيَقُوْمَ لِيُصَلِّيَ حَتَّى تَرُمَ قَدَماَهُ أَوْساَقاَهُ , فَيُقاَلُ لَهُ فَيَقُوْلُ أَفَلاَ أَكُوْنَ عَبْدًا شَكُوْرًا
Artinya :
Kami mendapat khabar dari Abu Nu’aim, beliau dapat khabar dari Mus’ir dan dari Ziyad, beliau mendengar Al-Mughiroh ra berkata ; “Apabila benar baginda Nabi shallallahu alaihi wasallam berdiri untuk shalat malam sehingga kedua telapak atau betis kaki beliau bengkak, beliau (Nabi shallallahu alaihi wasallam) ditanya akan hal itu, kemudian beliau menjawab “Apakah tidak boleh apabila aku menjadi seorang hamba yang sangat bersyukur”. (HR. Sohih Bukhori)

c. Kalimat “Hambamu yang pantas dikasihani”, ini bukan penghambaan hakiki yang masuk ke dalam bentuk menyembah Nabi shallallahu alaihi wasallam. (Ingat !! dalam tata bahasa ada istilah makna hakiki dan makna majazi) hamba di sini hanya penghambaan majazi (tidak hakiki), artinya hanya penghambaan dalam bentuk mengikuti, taat dan patuh saja, sebut sajalah sebagai pengikut.
Kata Abdun (hamba) dalam bahasa Arab juga artinya budak atau sahaya dari majikan atau tuannya, dan tuannya itu tidak disembah. Ketika hamba dimaknai hakiki (menyembah) akan bertentangan dengan syahadat, “Tiada Tuhan yang wajib disembah melainkan Allah”.
Wal-hasil hamba disini artinya adalah pengikut Nabi shallallahu alaihi wasallam dan cinta kepada Allah Swt dianggap dusta apabila tidak disertai dengan mengikuti Nabi shallallahu alaihi wasallam Ciinta kepada Allah harus seiring dengan mengikuti Nabi shallallahu alaihi wasallam , ini berdasarkan firman Allah ;
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
Artinya :
Katakanlah : “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Nabi shallallahu alaihi wasallam), niscaya Allah Swt mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran 31)

d. Kalimat “Mengharap keutamanmu yang begitu banyak” dalam hal berharap dan harapan itu dijanjikan Allah Swt, bukanlah termasuk syirik, karena tetap berharap kepada Allah, hanya saja tidak dipungkiri (untuk kita manusia) prosesnya akan terjadi melalui sesama makhluk, tidak ada bedanya ketika anda mengalami musibah tenggelam di laut, anda terombang ambing di tengah laut dan melihat tim SAR, apa yang akan anda katakan pada tim SAR?, “Pak tolong kami” mungkin itu jawaban anda, apa itu syirik ?, ini juga maksudnya berharap bantuan (majazi).
Salah satu keutamaan Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah syafa’at (pertolongan) dan ini dijanjikan Allah atau seizin Allah adalah Nabi akan menolong umat pengikutnya, berikut haditsnya ;
حَدَّثَناَ إِسْمَاعِيْلُ قاَلَ حَدَّثَنِيْ مَالِكْ عَنْ أَبِيْ الزَّناَدِ عَنِ الأَعْرَجِ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهَ T قاَلَ لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجاَبَةٌ يَدْعُوْ بِهاَ وَأُرِيْدُ أَنْ أَخْتَبِئَ دَعْوَتِيْ شَفاَعَةً ِلأُمَّتِيْ فيِ الآَخِرَةِ
Artinya :
Kami dapat khabar dari Ismail, kami dapat khabar dari Malik, dari Abi Az-Zanad, dari Al-‘Aroj, dan dari Abi Hurairoh, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda ; Setiap Nabi memiliki do’a mustajab (dikabulkan) untuk mereka berdo’a, dan aku ingin persiapkan do’aku agar menjadi syafaat (penolong) kepada umatku di akhirat. (HR. Sohih Bukhori Muslim)

Dalam firman Allah disebutkan ;
مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
Artinya :
Tiada yang dapat memberi syafa’at (pertolongan) menurut Allah tanpa seizin-Nya ( QS. Al-Baqoroh 255)

***** akhir kutipan *****
Demikianlah contoh bagaimana kesalahpahaman mereka ditimbulkan karena mereka memahami metodologi “terjemahkan saja”.
Bayangkan jika mereka mengkafirkan saudara muslim lainnya yang membaca Maulid Barjanzi padahal  tidak ada kekufuran dalam  memabaca Maulid Barjanzi maka hal  itu akan kembali pada yang mengucapkan (yang menuduh).
Hadits  riwayat Bukhori dan Muslim dari Ibnu Umar:
اِذَا قَالَ الرَّجُلُ لأِخِهِ: يَا كَافِرُ! فَقَدْ بَاءَ بِهَا أحَدُهُمَا فَاِنْ كَانَ
كَمَا قَالَ وَاِلَى رَجَعَتْ عَلَيْـهِ.
“Barangsiapa yang berkata pada saudaranya ‘hai kafir’ kata-kata itu akan kembali pada salah satu diantara keduanya. Jika tidak (artinya yang dituduh tidak demikian) maka kata itu kembali pada yang mengucapkan (yang menuduh)”.
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori :
“Man syahida an Laa ilaha illallahu was taqbala giblatanaa wa shollaa sholaatana wa akala dzabiihatanaa fa hua al muslimu lahu lil muslimi ‘alaihi maa ‘alal muslimi”

“Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, menganut kiblat kita (ka’bah), shalat sebagaimana shalat kita, dan memakan daging sembelihan sebagaimana sembelihan kita, maka dialah orang Islam. Ia mempunyai hak sebagaimana orang-orang Islam lainnya. Dan ia mempunyai kewajiban sebagaimana orang Islam lainnya”.
Hadits riwayat At-Thabrani dalam Al-Kabir ada sebuah hadits dari Abdullah bin Umar dengan isnad yang baik bahwa Rasulallah shallallahu alaihi wasallam pernah memerintahkan:
كُفُّوْا عَنْ أهْلِ (لاَ إِِلَهَ إِلاَّ اللهُ) لاَ تُكَفِّرُوهُمْ بِذَنْبٍ وَفِى رِوَايَةٍ وَلاَ تُخْرِجُوْهُمْ مِنَ الإِسْلاَمِ بِعَمَلٍ.
“Tahanlah diri kalian (jangan menyerang) orang ahli ‘Laa ilaaha illallah’ (yakni orang Muslim). Janganlah kalian mengkafirkan mereka karena suatu dosa”. Dalam riwayat lain dikatakan : “Janganlah kalian mengeluarkan mereka dari Islam karena suatu amal ( perbuatan)”.
Hadits riwayat Bukhori, Muslim dari Abu Dzarr ra. telah mendengar Rasulallah shallallahu alaihi wasallam. bersabda:
وَعَنْ أبِي ذَرٍّ (ر) اَنَّهُ سَمِعَ رَسُوْلَ اللهِ .صَ. يَقُوْلُ : مَنْ دَعَا رَجُلاً بِالْكُفْرِ أوْ قَالَ: عَـدُوُّ اللهِ وَلَيْسَ كَذَلِكَ أِلاَّ حَارَ عَلَيْهِ(رواه البخاري و مسلم)
“Siapa yang memanggil seorang dengan kalimat ‘Hai Kafir’, atau ‘musuh Allah’, padahal yang dikatakan itu tidak demikian, maka akan kembali pada dirinya sendiri”.
Hadits riwayat Bukhori dan Muslim dari Itban bin Malik ra berkata:
وَعَنْ عِتْبَانَ ابْنِ مَالِكٍ (ر) فِي حَدِيْثِهِ الطَّوِيْلِ الْمَشْهُوْرِ الَّذِي تَقَدََّّمِ فِي بَابِ الرََََََََّجََاءِ قَالَ :
قَامَ النَّبِيّ .صَ. يُصَلِّّي فَقَالَ: اَيْنَ مَالِكُُ بْنُ الدُّخْشُمِ؟ فَقَالَ رَجُلٌ: ذَالِكَ مُنَافِقٌ, لاَ يُحِبُّ اللهَ وَلاَ رَسُولَهُ,
فَقَالَ النَّبِيُّ .صَ. : لاَتَقُلْ ذَالِكَ, أَلاَ تَرَاهُ قَدْ قَالَ: لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله ُ
يُرِيْدُ بِذَالِكَ وَجْهَ اللهِ وَاِنَّ اللهَ قدْ حَرَّمَ عَلَي النَّاِر مَنْ قَالَ :
لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ يَبْتَغِي بِذَالِكَ وَجْهَ الله (رواه البخاري و مسلم)
“Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam berdiri sholat dan bertanya: Dimanakah Malik bin Adduch-syum? Lalu dijawab oleh seorang: Itu munafiq, tidak suka kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: Jangan berkata demikian, tidakkah kau tahu bahwa ia telah mengucapkan ‘Lailahailallah’ dengan ikhlas karena Allah. Dan Allah telah mengharamkan api neraka atas orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dengan ikhlas karena Allah”.
Wassalam
Zon di Jonggol Kab Bogor 16830
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar