Antara Salaf yang sholeh dengan Salafi
Salaf yang sholeh atau Salafush Sholeh , kaum muslim pada umumnya sudah paham yakni para Sahabat, para Tabi’in dan para Tabi’ut Tabi’in
Sedangkan Salafi adalah saudara-saudara muslim kita yang menisbatkan pada manhaj /mazhab Salaf
Mazhab/manhaj Salaf walaupun namanya terkait Salaf (terdahulu) namun sebenarnya adalah perkara baru yang tidak pernah dikatakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maupun para Salafush Sholeh.
Hal ini telah kami uraikan dalam beberapa tulisan pada
Manhaj/Mazhab Salaf adalah jalan/cara yang dipahami oleh segilintir ulama yang berupaya memahami lafazh / tulisan ulama Salaf yang Sholeh namun pemahaman segelintir ulama tersebut bisa benar dan bisa pula salah
Ulama yang menggagas adanya mazhab/manhaj Salaf salah satunya adalah ulama Ibnu Taimiyah
Beliau berfatwa,
“Barangsiapa mengingkari penisbatan kepada salaf dan mencelanya, maka perkataannya terbantah dan tertolak ‘karena tidak ada aib untuk orang-orang yang menampakkan madzab salaf dan bernisbat kepadanya bahkan hal itu wajib diterima menurut kesepakatan ulama, karena mazhab salaf itu pasti benar” [Majmu Fatawa 4/149]
Ini adalah sebuah kesalahpahaman karena para Salafush Sholeh tidak pernah mengatakan adanya mazhab atau manhaj Salaf dan para Salafush Sholeh tentu paham bahwa hal yang pasti benar hanyalah lafazh/nash Al Qur’an dan Hadits.
Perkembangan pemahaman ulama Ibnu Taimiyah kami uraikan dalam tulisan pada
Perkembangan salafi di Indonesia , kami uraikan dalam tulisan pada
Salafi adalah mereka yang berupaya mengikuti Salafush Sholeh. Keberhasilan upaya mereka seharusnya terwujud dalam kesholehan atau akhlakul karimah
Mereka dikatakan sebagai Salafush sholeh karena mereka telah mencapai kesholehan.
Setiap muslim yang mencapai kesholehan termasuk kedalam Firqatun Najiyah (golongan yang selamat).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyebutkan ciri-ciri manusia yang termasuk ke dalam firqatun najiyah (yang artinya) “Mereka adalah orang-orang yang keadaannya sentiasa berada di atas jalanku dan jalan para sahabatku“. Mereka yang istiqomah pada jalan Rasulullah yakni jalan Allah yang lurus, jalan orang-orang yang telah diberi ni’mat oleh Allah Azza wa Jalla.
Ibnu Mas’ud meriwayatkan:
“Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam membuat garis dengan tangannya lalu bersabda, ‘Ini jalan Allah yang lurus.’ Lalu beliau membuat garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan yang sesat tak satu pun dari jalan-jalan ini kecuali di dalamnya terdapat setan yang menyeru kepadanya. Selanjutnya beliau mem-baca firman Allah, ‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus maka ikutilah dia janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan oleh Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (Al-An’am: 153) (Hadits shahih riwayat Ahmad dan Nasa’i)
Muslim yang telah mencapai kesholehan adalah indikasi mereka telah mengikuti jalan Allah ta’ala. Mereka salah satu dari 4 golongan manusia yang disisi Allah Azza wa Jalla yakni para Nabi, para Shiddiqin, para Syuhada dan orang-orang sholeh.
“Tunjukilah kami jalan yang lurus” (QS Al Fatihah [1]:6 )
” (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka….” (QS Al Fatihah [1]:7 )
“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Ulama khalaf (ulama kemudian) dapat pula mencapai derajat sebagaimana ulama salaf (ulama terdahulu) asalkan dapat mencapai kesholehan. Jadi boleh saja ada ulama khalaf yang sholeh.
Generasi terbaik tidak terbatas hanya pada tiga generasi pertama namun diiikuti generasi-generasi berikutnya bagi mereka yang bersaksi bahwa “Muhammad adalah utusan Allah”.
Ini terkait dengan firman Allah ta’ala yang artinya, “kuntum khayra ummatin ukhrijat lilnnaasi“, “Kamu (umat Rasulullah) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia” (QS Ali Imran [3]:110 ).
Derajat manusia tidak tergantung kapan mereka hidup atau kapan mereka dilahirkan namun semua itu tergantung dengan ketaqwaan kita kepada Allah Azza wa Jalla.
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal“. (QS al Hujurat [49]:13 )
Indikator ketaqwaan adalah terwujud dalam kesholehan atau akhlakul karimah atau muslim yang sholeh atau muslim yang Ihsan.
Tentang Ihsan atau tentang akhak yang terurai pada kitab-kitab klasik tasawuf dan disusun oleh ulama-ulama Sufi adalah puncak dari Risalah yang dibawa oleh baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Rasulullah menyampaikan yang maknanya “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad). Hal ini telah kami uraikan dalam bebrapa tulisan pada
Oleh karenanya yang kita ikuti adalah Salaf yang sholeh begitupula kita boleh mengikuti Khalaf yang sholeh.
Muslim yang berakhlak baik adalah muslim yang Ihsan (muhsin/muhsinin) atau muslim yang sholeh (sholihin), muslim yang melihat Allah Azza wa Jalla dengan hati atau hakikat keimanan atau minimal muslim yang meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla melihat segala sikap dan perbuatan manusia.
Dia (malaikat Jibril) bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.’ (HR Muslim)
“Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
“Peliharalah (perintah dan larangan) Allah, niscaya kamu akan selalu merasakan kehadiranNya.
“Kenalilah Allah waktu kamu senang, niscaya Allah akan mengenalimu waktu kamu dalam kesulitan. “
Ketahuilah, apa yang luput dari kamu adalah sesuatu yang pasti tidak mengenaimu dan apa yang akan mengenaimu pasti tidak akan meleset dari kamu.
Kemenangan (keberhasilan) hanya dapat dicapai dengan kesabaran.
Kelonggaran bersamaan dengan kesusahan dan datangnya kesulitan bersamaan dengan kemudahan” (HR. Tirmidzi)
“Tiada lurus iman seorang hamba sehingga lurus hatinya, dan tiada lurus hatinya sehingga lurus lidahnya“. (HR. Ahmad)
”Musllim yang bagaimana yang paling baik?” Seorang lelaki bertanya pada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.
“Ketika orang lain tidak (terancam) disakiti oleh tangan dan lisannya” Jawab Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.
Kami akhiri tulisan kali ini dengan menyampaikan perkataan seorang ulama khalaf yang sholeh dan mendalami tasawuf menerangkan kepada kami salah satu cara memaknai perkataan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, “Muutu qabla an tamuutu”, matilah sebelum mati
“Sebelum anda meninggal dunia, cobalah mematikan diri anda sejenak.
Tutuplah kedua mata anda dan bayangkan jenazah anda sedang berada di atas keranda mayat diiringi oleh para pengantar jenazah. Keadaan bagaimana yang anda inginkan setelah anda mati, maka jadilah seperti yang anda inginkan di saat anda hidup sekarang ini.
Perbaikilah kesalahan anda, perbaikilah tingkah laku anda, bertaubatlah di atas segala perbuatan maksiat anda, bukalah lembaran baru kehidupan anda dengan perjalanan hidup dan budi pekerti yang baik.
Cucilah hati anda dari kedengkian dan bersihkanlah dari pengkhianatan. Kelak anda akan mengingat apa yang telah anda lakukan karena makhluk-makhluk ibarat pena Allah ta’ala dan seluruh manusia adalah saksi Allah ta’ala di bumiNya.
Jika mereka bersaksi dengan memuji anda, maka itu adalah khabar baik buat anda dan kesaksian ini diterima di sisi Allah yang Maha Esa. Namun jika mereka bersaksi dengan menyebutkan keburukan anda, maka anda sangat merugi di atas apa yang sedang menanti anda“
*****akhir kutipan
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
27 Juli 2011 oleh mutiarazuhud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar