Tetap perkara baik

Perkara baru dalam amal kebaikan (amal sholeh) tentulah perkara yang baik.
Semakin lama kami melihat mereka seperti tidak dapat lagi menggunakan akal dan hatinya. Mereka tanpa disadari telah taqlid buta kepada Syaikh/Ulama/Ustadz mereka.
Jadi bisa menjadi dusta atas perkataan mereka bahwa mereka i’ttiba li Rasulihi.
Sungguh amal kebaikan (amal sholeh) tetaplah sebuah kebaikan walaupun itu perkara baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena dengan kita melakukan amal/perbuatan kebaikan apapun artinya kita telah mentaati Allah ta’ala dan RasulNya serta perbuatan yang disukai / dicintai oleh Allah Azza wa Jalla
waallaahu yuhibbu almuhsiniina,

“Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan“. (QS Ali Imran [3]:148)

wamaa kaana rabbuka liyuhlika alquraa bizhulmin wa-ahluhaa mushlihuuna

“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan“. (QS Hud [11]:117 )

inna allaaha ma’a alladziina ittaqaw waalladziina hum muhsinuuna

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan“. (QS An Nahl [16]: 128)

Mereka fanatik dengan ulama yang tersesat oleh kaidah tanpa dalil dari Al-Qur’an dan Hadits yakni “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” (Seandainya hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam melakukannya). Hal Ini sudah kami uraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/05/08/lau-kaana-khoiron
Mereka seperti tidak dapat lagi menentukan apakah sebuah amal/perbuatan itu baik dan benar selain mengikuti perkataan/pendapat Syaikh/Ulama/Ustadz mereka. Cara menentukan perbuatan baik dan benar silahkan baca tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/05/25/baik-dan-benar/
Imam as Syafi’i ~rahimullah membolehkan perkara baru dalam amal kebaikan (amal sholeh), dikatakan beliau sebagai, “apa yang baru terjadi dari kebaikan“

Imam Asy Syafi’i ~rahimullah berkata “Apa yang baru terjadi dan menyalahi kitab al Quran atau sunnah Rasul atau ijma’ atau ucapan sahabat, maka hal itu adalah bid’ah yang dhalalah. Dan apa yang baru terjadi dari kebaikan dan tidak menyalahi sedikitpun dari hal tersebut, maka hal itu adalah bid’ah mahmudah (terpuji)”

Rasulullah pun membolehkan perkara baru dalam amal kebaikan (amal sholeh) yang tidak diatur/disyariatkan secara khusus oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dikatakan beliau sebagai “perkara yang baik”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:
Maknanya: “Barangsiapa yang memulai (merintis) dalam Islam sebuah perkara yang baik maka ia akan mendapatkan pahala perbuatan tersebut dan pahala orang yang mengikutinya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun”. (H.R. Muslim dalam Shahih-nya)

Menurut ustadz Muhammad Idrus Ramli, syaikh/ulama/ustadz kalangan mereka mendefinisikan ibadah dalam konteks/skala yang sangat luas sehingga berakibat fatal.
Pendapat kami, mereka tidak dapat membedakan antara ibadah dalam kategori amal ketaatan (menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya) dan ibadah dalam kategori amal kebaikan (amal sholeh)
Ibadah kategori amal ketaatan adalah ibadah yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai “mendekatkan kamu dari surga dan menjauhkanmu dari neraka”. Juga amal ketaatan kita jumpai dalam hadits qudsi sebagai “perkara yang Aku Wajibkan”

Sedangkan ibadah kategori amal kebaikan (amal sholeh), ibadah yang menumbuhkan kecintaan Allah ta’ala kepada hambaNya

“Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amal ibadah yang lebih aku cintai dari pada perkara yang Aku wajibkan. Hamba-Ku akan senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah (amal kebaikan / amal sholeh) hingga Aku mencintainya“. (HR Bukhari)
Oleh karenanya , kami mengatakan bahwa amal ketaatan (menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya) adalah “bukti cinta” kita kepada Allah ta’ala dan RasulNya sedangkan amal kebaikan (amal sholeh) adalah “ungkapan cinta” kita kepada Allah ta’ala dan RasulNya.
Sekali lagi kami ingatkan, kita harus dapat membedakan antara ibadah dalam kategori amal ketaatan dengan ibadah kategori amal kebaikan (amal sholeh)atau antara “bukti cinta” dengan “ungkapan cinta”.
Bid’ah yang dlolalah adalah dalam perkara ibadah dalam kategori amal ketaatan yakni perkara menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya atau perkara yang mendekatkan kita ke surga dan menjauhkan dari neraka. Perkara ini sudah final, sudah sempurna tidak boleh ada lagi perkara baru (bid’ah) yakni meliputi kewajiban, batas/larangan dan pengharaman.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak tertinggal sedikitpun  yang mendekatkan kamu dari surga dan menjauhkanmu dari neraka melainkan telah dijelaskan bagimu ” (HR Ath Thabraani dalam Al Mu’jamul Kabiir no. 1647)
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).
Contoh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menghindari bid’ah pada kewajiban.

Rasulullah bersabda, “Pada pagi harinya orang-orang mempertanyakannya, lalu beliau bersabda: “Aku khawatir bila shalat malam itu ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian.” (HR Bukhari 687)

Dalil untuk menghindari bid’ah dalam pelarangan maupun pengharaman.

“Sungguh sebesar-besarnya kejahatan diantara kaum muslimin adalah orang yang mempermasalahkan hal yang tidak diharamkan, kemudian menjadi diharamkan karena ia mempermasalahkannya“. (HR. al-Bukhari)

“Betul! Tetapi mereka itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Sedangkan perkara baru dalam ibadah kategori amal kebaikan (amal sholeh) tetaplah perkara baik walaupun tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan Salafush Sholeh karena berbuat amal kebaikan pada hakikatnya kita telah mentaati Allah ta’ala dan RasulNya.
Termasuk perkara baru dalam kategori amal kebaikan (amal sholeh) adalah  amal kebaikan yang sering dipergunjingkan oleh mereka seperti ratib (untaian doa dan dzikir), sholawat, peringatan maulid, tawasul, yasinan, tahlilan, ziarah kubur dll
Kita harus ingat sebuah batas/larangan dan pengharaman atas sikap/perbuatan hamba Allah adalah hak Allah Azza wa Jalla. Allah ta’ala tidak lupa menetapkannya bagi manusia sampai akhir zaman (kiamat).  Jika ada manusia yang membuat batas/larangan tanpa dalil dari Al-Qur’an dan Hadits , baik pembuat larangan maupun yang mentaati larangan adalah penyembahan diantara mereka.
“Betul! Tetapi mereka itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Jadi mereka yang membid’ah-bid’ahkan atau melarang-larang amal kebaikan (amal sholeh) yang dilakukan saudara  mereka sendiri yang telah bersyahadat tanpa dalil dari Al-Qur’an dan Hadits pada hakikatnya telah melakukan bid’ah dlolalah.
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830
====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar