Bagaimana menentukan Baik & Benar

Bagaimana menentukan sesuatu itu baik dan benar
Sering kita mendengar ungkapan bahwa baik itu relatif tapi kebenaran itu mutlak.
Kata mereka, baik itu dilihat dari “sudut pandang” mana. Sebagian lagi mengatakan baik itu tergantung “cara pandang” kita.
Ungakapan itu adalah ungkapan kaum pragmatis atau kaum yang memperturutkan hawa nafsu.
“Sudut pandang” , “Cara pandang” pada hakikatnya adalah mereka yang mendahulukan akal daripada petunjukNya atau mereka yang memperturutkan hawa nafsu.
Di dunia ini hanya ada dua pilihan (jalan) haq atau bathil, benar atau salah, baik atau buruk
Allah ta’ala telah mengilhami seluruh jiwa manusia
“maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya“. (QS Asy Syams [91]:8)
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan” (QS Al Balad [90]:10)
haadzaa bayaanun lilnnaasi wahudan wamaw’izhatun lilmuttaqiina, “(Al Qur’an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa“. (QS Ali Imran [3]:`138 )
“Al Qur’an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini“. (QS Al Jaatsiyah [45]:20 )
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)“. (QS Al Baqarah [2]:185 )
wabayyinaatin mina alhudaa waalfurqaani , dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (QS Al Baqarah [2]:185 )
wa-anzala alfurqaana, dan Dia menurunkan Al Furqaan (QS Ali Imran [3]:4)
Furqaan, pembeda antara yang benar dan yang salah, baik dan buruk, haq dan bathil.
Jadi kita menentukan baik dan benar hanyalah berdasarkan petunjukNya.
Baik, benar, yang haq adalah jika sesuai atau tidak bertentangan dengan petunjukNya (Al-Qur’an dan Hadits)
Buruk, salah, yang bathil adalah jika bertentangan dengan petunjukNya (Al-Qur’an dan Hadits)
Berdasarkan uraian di atas, jawablah dengan jiwa (hati) masing-masing yang telah diilhami oleh Allah Azza wa Jalla
“Apakah peringatan Maulid Nabi Sayyidina Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam adalah perbuatan baik atau buruk ?”
Tentu jawabannya adalah termasuk perbuatan baik atau amal kebaikan (sholeh) karena tidak bertentangan dengan petunjukNya (Al-Qur’an dan Hadits). Apalagi peringatan Maulid Nabi itu diisi dengan pembacaan Al-Qur’an, Sholawat dan pengajian/ceramah dengan tematik riwayat Rasulullah atau bagaimana kita mengimplementasikan Sunnah dalam kehidupan masa kini.
Perbuatan baik atau amal kebaikan atau amal sholeh tidak selalu berhubungan dengan pernah atau belum dicontohkan/dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maupun para Sahabat ra.
Jadi jelaslah kesalahpahaman mereka yang mengatakan bahwa peringatan Maulid Nabi adalah perkara buruk hanya berdasarkan kaidah tanpa dalil dari Al Qur’an dan Hadits yakni “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” (Seandainya hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam melakukannya). Kesalahpahaman kaidah tersebut telah kami uraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/05/08/lau-kaana-khoiron/
Pada hakikatnya mereka yang mengatakan bahwa peringatan Maulid Nabi adalah perkara buruk adalah mereka yang mempunyai kepentingan sebagaimana yang telah kami uraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/05/18/kekuatan-di-luar-penguasa/
Janganlah kita fanatik dengan pendapat/pemahaman ulama sehingga mengabaikan jiwa (hati) kita sendiri yang telah diilhami oleh Allah Azza wa Jalla dan kita pergunakan berdasarkan petunjukNya (Al-Qur’an dan Hadits). Sungguh jika kita mempergunakan jiwa (hati) kita berdasarkan petunjukNya (Al-Qur’an dan Hadits) maka pastilah kita terhindar dari radikalisme seperti pelaku bom bunuh diri di Cirebon. Pelaku bom bunuh diri di Cirebon adalah contoh mereka yang memahami agama dengan metodologi “terjemahkan saja” tanpa menggunakan akal dan hati dijalan Allah ta’ala dan RasulNya. Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/05/21/atasi-bahaya-radikalisme/
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

2 Tanggapan
pada 25 Mei 2011 pada 12:40 pm | BalasHakikat72
Dalil akli seharusnya mesti selari dgn dalil naqli.


Bung Zon.
Kaum Nasrani merayakan Natal, Kelahiran Nabi Isa AS, dan banyak lagi kaum2 lain merayakan sejenisnya. Seringkali ajaran Islam/ Rosul untuk tidak menyerupai mereka.
Saya bukan berpendapat, cuma silakan deh pikirkan.
Bukankah Sholawat dan mencontoh jejak Rosul yang kita harus perbuat ? Apakah harus ada perayaan seperti Natal untuk melakukan itu ?
Bahkan bersholawatlah sepanjang waktu/ setiap detik untuk menumbuhkan cinta kita kepada Rosul. Apakah dengan Maulid bisa menjadi lebih baik ? Yang bisa saja kita akan benar-benar terseret seperti Nasrani merayakan Natal. Dan anehnya lagi banyak ummat merayakan hari kematian ulama.
Apakah ini gambaran gembira kita lahirnya Rosul tetapi gembira kita juga dengan meninggalnya ulama ?
Silakan pikirkan wahai ulul albab.
=====
25 Mei 2011 oleh mutiarazuhud

Tidak ada komentar:

Posting Komentar