Bid'ah tidak tertolak

Tidak seluruh yang tidak dicontohkan adalah perkara yang tertolak
Begitu sukarnya meluruskan kesalahpahaman mereka tentang bid’ah. Walaupun begitu sebaiknya kita tetap sabar dan istiqomah untuk terus berupaya meluruskan kesalahpahaman-kesalahphaman mereka demi Allah Azza wa Jalla semata dalam rangka menegakkan Ukhuwah Islamiyah dan kesempurnaan iman kita.
Diriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:
“Demi Allah, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai.” (HR Muslim)

Mereka masih saja berpendapat bahwa segala sesuatu yang tidak dicontohkan atau tidak dilakukan oleh Rasulullah pastilah perkara buruk atau bid’ah dlolalah.
Padahal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah berkata bahwa sesuatu yang tidak dicontohkan atau tidak dilakukan oleh Beliau pastilah perkara buruk atau bid’ah dlolalah.
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS al-Hasyr [59]:7)
atau
“Apa yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampumu dan apa yang aku larang maka jauhilah“. (HR Bukhari).

Keduanya menjelaskan bahwa kita disuruh meninggalkan sesuatu terbatas pada apa yang dilarang Rasulullah, bukan pada apa yang tidak dikerjakannya atau yang tidak pernah dicontohkannya.
Boleh jadi mereka dusta bahwa mereka ittiba’ li Rasulihi karena pada kenyataannya mereka taqlid pada pemahaman/pendapat SYaikh/Ulama/Ustadz mereka sendiri. Bahkan mereka sudah menjurus fanatik (ta’assub) dengan pendapat syaikh/ulama/ustadz kalangan mereka sendiri atau bahkan menuhankan pendapat syaikh/ulama/ustadz mereka sendiri (istibdad bir ro’yi).
Mereka “termakan” kaidah atau perkataan/pendapat ulama yang tidak ada dalil dari Al Qur’an dan Hadits yakni yakni kaidah “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” (Seandainya hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam melakukannya).
Kesalahpahaman kaidah tersebut telah kami uraikan dalam tulisan padahttp://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/05/08/lau-kaana-khoiron/

Hukum Allah yang termuat dalam kitab suci Al Qur’an dan diuraikan dalam Hadits maupun hukum buatan manusia seperti Undang-Undang Dasar, Undang Undang, Peraturan Pemerintah maupun peraturan yang pada tingkat rendah seperti peraturan atau tata tertib sekolah, pada hakikatnya hanya memuat dua unsur saja yakni kewajiban dan larangan.
Al-Qur’an dan Hadits memuat ketetapan yang menjadi hak Allah Azza wa Jalla yakni ketetapan berupa kewajiban dan larangan (batas/larangan dan pengharaman)
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi).
Dalam Al-Qur’an dan Hadits memang disebutkan beberapa contoh amal kebaikan (amal sholeh) namun tidak seluruh amal kebaikan (amal sholeh) yang akan dikerjakan manusia sejak Nabi Adam a.s sampai kiamat nanti diuraikan dalam Al-Qur’an maupun Hadits. Kalau diuraikan seluruhnya akan membutuhkan lembaran Al-Qur’an maupun Hadits yang luar biasa banyaknya.
Intinya amal kebaikan atau amal sholeh adalah perkara diluar kewajiban dan larangan (batas/larangan dan pengharaman) yang tidak bertentangan dengan hokum Allah atau Al-Qur’an dan Hadits.
Amal kebaikan (amal sholeh) tidak terkait dengan dicontohkan atau tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi.
Begitu juga dengan peraturan yang sederhana seperti peraturan/tata–tertib sekolah. Perbuatan siswa/mahasiswa yang baik adalah perbuatan siswa/mahasiswa yang tidak bertentangan dengan peraturan atau tata tertib sekolah walaupun perbuatan tersebut tidak dicantumkan dalam peraturan/tata tertib sekolah. Kalau peraturan/tata tertib sekolah memuat seluruh daftar perbuatan yang baik atau dibolehkan di sekolah tentu akan membuat peraturan/tata tertib sekolah membutuhkan lembaran yang banyak sekali.
Bid’ah dlolalah adalah perkara baru atau perkara mengada-ngada yang menambahkan/menghilangkan hukum Allah atau merubah apa-apa yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla berupa kewajiban, batas/larangan dan pengharaman. Allah ta’ala tidak lupa. Hal ini telah kami jelaskan dalam tiga tulisan pada

Contoh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menghindari bid’ah pada kewajiban.
Rasulullah bersabda, “Pada pagi harinya orang-orang mempertanyakannya, lalu beliau bersabda: “Aku khawatir bila shalat malam itu ditetapkan sebagai kewajiban atas kalian.” (HR Bukhari 687)
Matan hadits selengkapnya silahkan baca pada http://www.indoquran.com/index.php?surano=47&ayatno=76&action=display&option=com_bukhari

Dalil untuk menghindari bid’ah dalam pelarangan maupun pengharaman.
“Sungguh sebesar-besarnya kejahatan diantara kaum muslimin adalah orang yang mempermasalahkan hal yang tidak diharamkan, kemudian menjadi diharamkan karena ia mempermasalahkannya“. (HR. al-Bukhari)
“Betul! Tetapi mereka itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka.” (Riwayat Tarmizi)
Penyembahan kepada sesama manusia, telah kami uraiakan dalam tulisan pada

Kullu bid’atin dlolalah memang terjemahannya adalah setiap bid’ah adalah sesat namun karena hadits tersebut bersifat umum maka maknanya menjadi “pada umumnya bid’ah adalah sesat”.
Kemudian Rasulullah menjelaskan lebih rinci bahwa bid’ah yang sesat khususnya pada “urusan Kami”. “Barangsiapa yang menbuat-buat sesuatu dalam urusan kami ini maka sesuatu itu ditolak” (H.R Muslim – Lihat Syarah Muslim XII – hal 16).
Hadits-hadits lain menjelaskan bahwa bid’ah dlolalah adalah “dalam perkara syariat”, “dalam urusan agama”, “urusan kami” yakni perkara yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla yakni kewajiban, batas/larangan dan pengharaman.
Bid’ah dlolalah adalah perkara baru terhadap yang ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla yakni kewajiban, batas/larangan dan pengharaman yang dinamakan ibadah kategori amal ketaatan yakni urusan menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya
Ibadah kategori amal ketaatan adalah ibadah yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai “mendekatkan kamu dari surga dan menjauhkanmu dari neraka”. Juga amal ketaatan kita jumpai dalam hadits qudsi sebagai “perkara yang Aku Wajibkan”
Sedangkan ibadah kategori amal kebaikan (amal sholeh), ibadah yang menumbuhkan kecintaan Allah ta’ala kepada hambaNya
“Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amal ibadah yang lebih aku cintai dari pada perkara yang Aku wajibkan. Hamba-Ku akan senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah (amal kebaikan / amal sholeh) hingga Aku mencintainya“. (HR Bukhari)
Oleh karenanya , kami mengatakan bahwa amal ketaatan (menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya) adalah “bukti cinta” kita kepada Allah ta’ala dan RasulNya sedangkan amal kebaikan (amal sholeh) adalah “ungkapan cinta” kita kepada Allah ta’ala dan RasulNya.
Sekali lagi kami ingatkan, kita harus dapat membedakan antara ibadah dalam kategori amal ketaatan dengan ibadah kategori amal kebaikan (amal sholeh) atau antara “bukti cinta” dengan “ungkapan cinta”.
Bid’ah yang dlolalah adalah dalam perkara ibadah dalam kategori amal ketaatan yakni perkara menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya atau perkara yang mendekatkan kita ke surga dan menjauhkan dari neraka. Perkara ini sudah final, sudah sempurna tidak boleh ada lagi perkara baru (bid’ah) yakni meliputi kewajiban, batas/larangan dan pengharaman.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak tertinggal sedikitpun yang mendekatkan kamu dari surga dan menjauhkanmu dari neraka melainkan telah dijelaskan bagimu ” (HR Ath Thabraani dalam Al Mu’jamul Kabiir no. 1647)
Jadi dapat kita pahami bahwa perkara peringatan Maulid, Isra Mi’raj, Untaian doa dan dzikir (ratib) Al Hadad, Sholawat Nariyah, Sholawat Ba’dar dan sholawat-sholawat lainnya yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah adalah termasuk amal kebaikan (amal sholeh) selama tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits
Mereka salah pikir (fikr) atau salah paham bahwa mereka memasukkan sebagai contoh peringatan Maulid Nabi sebagai perkara syariat atau kewajiban bagi kaum muslim padahal jumhur ulama tidak ada yang menetapkan bahwa peringatan Maulid sebagai perkara syariat atau kewajiban bagi muslim. Kalau ulama yang menetapkan seperti itu maka itulah yang dikatakan membuat perkara baru dalam syariat atau kewajiban yang merupakan bid’ah dlolalah
Sekali lagi kami sampaikan bahwa peringatan Maulid Nabi, Isra Mi’raj, Untaian doa dan dzikir (ratib) Al Hadad, Sholawat Nariyah, Sholawat Ba’dar dan sholawat-sholawat lainnya yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah bukan perkara yang mendekatkan dari surga (kewajiban) atau menjauhkan dari neraka (larangan / pengharaman) namun urusan amal kebaikan (amal sholeh) yang jika kita lakukan maka kita memperoleh kecintaan Allah ta’ala dan RasulNya. “Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amal ibadah yang lebih aku cintai dari pada perkara yang Aku wajibkan. Hamba-Ku akan senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah (amal kebaikan / amal sholeh) hingga Aku mencintainya“. (HR Bukhari)
Kesimpulan: Perkara baru (tidak dicontohkan oleh Rasulullah) dalam amal kebaikan (amal sholeh) selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits tetap perkara baik.
Imam as Syafi’i ~rahimullah membolehkan perkara baru dalam amal kebaikan (amal sholeh), dikatakan beliau sebagai, “apa yang baru terjadi dari kebaikan“
Imam Asy Syafi’i ~rahimullah berkata “Apa yang baru terjadi dan menyalahi kitab al Quran atau sunnah Rasul atau ijma’ atau ucapan sahabat, maka hal itu adalah bid’ah yang dhalalah. Dan apa yang baru terjadi dari kebaikan dan tidak menyalahi sedikitpun dari hal tersebut, maka hal itu adalah bid’ah mahmudah (terpuji)”

Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

5 Tanggapan
mas zon bagaimana kalau isi blog ini+komen2nya dibukukan saja? saya meihat buku albani sifat sholat nabi. banyak sekali wajahnya walaupun isinya itu-ituaja. misalnya 1. shifat shalat nabi 2. kesalahan2 dlm sholat 3. agar sholat tidak sia2 nah saya temukan keseriusan mereka dalam menghakimi ibadah orang lain padahal buku rujukannya itu2 juga. oleh sebab itu mengapa tidak dicoba isi blog ini dibukukan? menjadi removal hesitancy lah dengan adanya buku tsb setali tiga uang menjawab psoalan2 umat islam keseluruhan



Saya suka Tulisan ini…….



Setuju dibukukan, Insya Allah saya ikut jadi Team nya
Wassalam



pada 31 Oktober 2011 pada 9:46 pm | BalasGATOT AREMA
subhanallah, siapakah saudaraku seiman ini..?
sungguh sy tdk akan mengatakan akhwan adalah nahdliyin..itu blakangan aja..
tapi sungguh akhwan telah banyak memberikan ketera ngan yg menarik, sekian banyak tulisan yg sy baca diinternet (vyg sepahaman) yg seintelek akwan. salut saudaraku…
kenapa kok tdk dibuatkan ditulis dalam site resmi berbayar saja…
apa perlu bantuan….???




pada 1 November 2011 pada 4:54 am | Balasmutiarazuhud
Alhamdulillah
Kami berupaya meluruskan kesalahpahaman-kesalahpahaman yang telah terjadi selama ini karena Allah ta’ala semata dan sekaligus sebagai upaya meneggakkan Ukhuwah Islamiyah ditengah-tengah perselisihan diantara kaum muslim dikarenakan kesalahpahaman mereka.
Pendapat kami, baik site resmi berbayar atau tidak berbayar tidaklah begitu menjadi hambatan. Lebih penting bantuan menyebarluaskan adanya blog kami kepada khalayak yang lebih luas. Ada yang menyarankan untuk mewujudkan dalam bentuk buku agar khalayak yang dituju lebih luas lagi. Kami bersedia dengan bantuan yang berkompeten untuk menerbitkannya menjadi buku.
=====
10 Juli 2011 oleh mutiarazuhud

Tidak ada komentar:

Posting Komentar