Mengapa Bicarakan Wahabi

Ada beberapa pengunjung blog kami bertanya berdasarkan tulisan-tulisan pada blog ini tentang pemahaman Wahabi/Salafi seolah-olah menunjukkan kebencian kepada kaum Wahabi/Salafi atau bahkan dianggap mencela atau menghujat ulama sekaliber Syaikh Ibnu Taimiyah atau Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, sang pendiri Wahabi.
Kami tegaskan bahwa InsyaAllah kami tidak pernah membenci kaum Wahabi/Salafi atau bahkan menghujat/mencela imam-imam atau syaikh/syaikh mereka.  Hal yang kami lakukan adalah menyampaikan perbedaan pemahaman kaum muslim pada umumnya dengan pemahaman kaum Wahabi/Salafi. Jika ada dalam blog ini tulisan yang menghujat/mencela atau mensesatkan mereka, sudah kami sebutkan sumber tulisan.  Kami membutuhkan dan memuat tulisan seperti itu  sebagai bahan pengungkapan data-data, semata-mata sebagai bahan pelajaran.
Hal yang perlu diingat adalah bagaimanapun kaum Wahabi / Salafi adalah mereka yang telah bersyahadat. Kita tidak diperkenankan membenci suatu kaum sehingga tidak dapat berlaku adil atau tidak pada proporsinya atau tidak pada tempatnya.
Kita sebaiknya tidak mengumpat, mencela atau mengolok-olok mereka. Ada sebuah nasehat, Idzaa jaaraita fi khuluqin laiiaman * fa anta wan tujaariihi sawaau
Artinya: Apabila engkau membalas cacian tukang pencaci, maka engkau dan tukang caci itu sama saja tiada beda.

Hal yang perlu kita ketahui dan sadari adalah mengapa kaum Wahabi/Salafi bisa beda pemahamannya dengan kaum muslim pada umumnya. Benarkah mereka tersusupi pemahaman kaum Yahudi ?
Sebagai contoh kemiripan pemahaman Wahabi dengan kaum Yahudi dan kaum Nasrani bahwa “Allah duduk atau bertempat di atas arasy“
“Tuhan sedang duduk di kursi tinggi” (Yesaya 6 :1-10).
Katakanlah tentang Allah “naik ke langit dan turun” (Amsal 30: 4)
Di dalam kitab yahudi (injil muharraf ) tertera : ” Allah Tuhan kami yang berada diatas langit “
Akidah Yahudi yaitu “Allah Duduk Letih Di Atas Arasy”.
Dalam kitab Yahudi Safar Al-Muluk Al-Ishah 22 Nomor 19-20,
“Berkata : Dengarlah akan engkau kata-kata tuhan, telahku lihat tuhan duduk di atas kursi dan kesemua tentera langit berdiri di sekitarnya kanan dan kiri” .

Selengkapnya bisa baca tulisan di
atau

Sedangkan menurut pemahaman Ahlussunah Wal jama’ah ,  Allah tidak bertempat dan berarah.  Silahkan baca tulisan sebelumnya

Kita sebaiknya  pelajari, kita uraikan dan kita sampaikan letak perbedaannya berdasarkan data-data sejak paham itu lahir sampai perkembangannya saat ini.  Begitu juga dengan kaum Syiah dari mulai paham itu lahir sampai perkembangannya saat ini atau contoh kaum lainnya yang jumlahnya relatif kecil seperti kaum Ahmadiyah.
Kita perlu mempelajari, menguraikan dan menyampaikan perbedaan pemahaman untuk kepentingan umat muslim pada umumnya pada zaman ini dan generasi muslim selanjutnya. Biarkanlah pada akhirnya masing-masing umat muslim memutuskan sendiri yang mana paham yang benar dan bertanggung jawab dengan keputusan yang diambil.
Kita perlu selalu mengingat peringatan yang disampaikan Allah ta’ala dalam ( QS Al Maaidah [5]: 82 ) bahwa orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik.
Hakikat rasa permusuhan itu bukan pada sesama mereka yang telah bersyahadat. Jika terjadi permusuhan, perdebatan, perselisihan diantara yang telah bersyahadat, kemungkinan besar adalah dikarenakan kesalahpahaman atau miskomunikasi diantara kita semata.
Sungguh peringatan yang difirmankan Allah ta’ala tentang rasa permusuhan yang besar yang ada pada orang-orang yahudi dan orang-orang musyrik berlaku sepanjang masa sampai akhir zaman.
Mereka yang mempunyai rasa permusuhan yang besar pada orang-orang beriman,  khususnya mereka adalah orang-orang Yahudi atau dikenal pula sebagai bagian dari ahli kitab sebenarnya sudah memahami dengan baik mana agama yang benar. Hal ini difirmankan Allah ta’ala yang artinya
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” ( QS Al Baqarah [2]:146 )
Orang-orang Yahudi sesungguhnya mengetahui kebenaran dan mereka mengingkari yang pada hakikatnya atau pada intinya dikarenakan kesombongan.
Orang-orang Yahudi kita ketahui telah berhasil mensesatkan kaum nasrani,
Tafsir Ibnu Katsir tentang orang-orang yang dimurkai dan mereka yang sesat.
“… Bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat” (QS Al Fatihah [1]:7 ), yakni bukan jalan orang-orang yang dimurkai. Mereka adalah orang yang rusak kehendaknya; mereka mengetahui kebenaran, namun berpindah darinya. Dan “bukan jalannya orang-orang yang sesat”, yaitu mereka yang tidak memiliki pengetahuan dan menggandrungi kesesatan. Mereka tidak mendapat petunjuk kepada kebenaran. Hal ini dikuatkan dengan laa guna menunjukkan bahwa di sana ada dua jalan yang rusak: jalan kaum Yahudi dan jalan kaum Nasrani.
Sesungguhnya jalan orang-orang yang beriman itu mencakup pengetahuan akan kebenaran dan pengalamannya, dan kaum Yahudi tidak memiliki amal, sedang kaum Nasrani tidak memiliki pengetahuan.
Oleh karena itu, kemurkaan bagi kaum Yahudi dan kesesatan bagi kaum Nasrani.
Karena orang yang mengetahui, tetapi tidak beramal, maka ia berhak mendapat kemurkaan, dan ini berbeda dengan orang yang tidak tahu.
Kaum Nasrani menuju pada suatu perkara, yaitu mengikuti kebenaran, namun mereka tidak benar dalam melakukakannya sebab tidak sesuai dengan ketentuannya sehingga mereka pun sesat.

Demikian pula hadits yang diriwayatkan Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya dari Adi bin Hatim. Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Abu Dzar, dia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tentang orang-orang yang dimurkai“, beliau bersabda, ‘Kaum Yahudi.’ Saya bertanya tentang orang-orang yang sesat, beliau bersabda, “Kaum Nasrani.“
Baik Yahudi maupun Nasrani adalah sesat dan dimurkai.
Sifat Yahudi yang paling spesifik ialah kemurkaan, sebagaimana Allah berfirman ihwal mereka, “yaitu orang yang dikutuki dan dimurkai Allah.” (al-Ma’idah: 60)
Sifat Nasrani yang sangat spesifik ialah kesesatan, sebagaimana Allah berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (al-Ma’idah: 77)
Hamad bin Salamah meriwayatkan dari Adi bin Hatim, dia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam ihwal ‘bukan jalannya orang-orang yang dimurkai’. Beliau bersabda, “Yaitu kaum Yahudi.’ Dan bertanya ihwal ‘bukan pula jalannya orang-orang yang sesat’. “Beliau bersabda, ‘Kaum Nasrani adalah orang-orang yang sesat.’
Lalu bagaimanakah upaya selanjutnya orang-orang Yahudi dan orang-orang Musyrik yang mempunyai rasa permusuhan yang besar terhadap orang-orang beriman dalam hal upaya mensesatkan umat muslim ?
Mereka tentu paham bahwa mereka tidak dapat melakukannya melalui ayat-ayat Al-Qur’an yang selalu “terjaga”. Upaya yang memungkinkan mereka lakukan adalah melalui pemahaman atau perang pemahaman (ghazwul fikri). Hal inilah yang terjadi dengan paham Sekularisme , Pluralisme dan Liberalisme.
Begitu pula pada peperangan dahulu kala mereka menyempatkan memusnahkan manuscript, literatur, karya-karya tulis para penulis muslim atau merampas, menyimpan dan bahkan mempelajari namun bukan untuk diamalkan, melainkan sekedar dipahami dan dijadikan sebagai literatur ilmiah dalam konsep pemikiran mereka sebagai bahan perang pemahaman. Sebagian rampasan yang berdasarkan “kajian” mereka sesuai dengan pemahaman mereka, akan “dibantu” untuk menerbitkan ulang ata “penyiarannya”.
Untuk itulah, jika mereka temukan dalam ajaran Islam, hal-hal yang dianggap tidak sesuai dengan pemikiran mereka, maka akan dikritik dan disanggah. Lebih ekstrim lagi, sebagian mereka sengaja mempelajari keislaman, namun mereka menempatkan Islam terlebih dahulu sebagai musuh yang harus dimusnahkan.
Untuk itulah kita harus selalu mengingat peringatan Allah ta’ala tentang rasa permusuhan yang besar itu. Tentu ada kemungkinan perbedaan pemahaman diantara kita yang bersyahadat merupakan pula hasil dari pekerjaan mereka yang mempunyai rasa permusuhan yang besar terhadap orang-orang beriman dalam hal ini adalah perang pemahaman (ghazwul fikri).
Sekali lagi saya mengingatkan baik untuk diri saya pribadai maupun para pengunjung blog pada umumnya marilah kita hindari pertengkaran, permusuhan diantara hamba-hamba Allah yang telah bersyahadat, waspada selalu dengan adu domba dan selalu intropeksi, mengambil pelajaran (hikmah) dan menganalisa keadaan atau kejadian sebagai bahan pertimbangan dalam pengambil keputusan untuk setiap tindakan/perbuatan selanjutnya
Wassalam
Catatan:
Perkembangan hubungan kaum Wahabi denga kaum kafir Amerika.
Di Saudi Arabia (daulah rezim wahabi) Ada Pangkalan Militer Kafir USA dan Zionist Israel
1. PANGKALAN MILITER KAFIR USA DI SAUDIARABIA SEJAK TAHUN 1942 SAMPAI SEKARANG
Beberapa peristiwa yang tidak ada fatwa yang melarang/membolehkannya. Inilah bukti bahwa WAHABI ADALAH MADZAB PELINDUNG THAGHUT REZIM ZIONIST SAUDI ARABIA! :
- Traktat Ibn Sa`ud – Inggris pada 26 Desember 1915
- Penempatan pangkalan udara penting milik AS di Dhahran, dari 1942 sampai 1962 (dilanjutkan sampai sekarang)
Wahaby menyewa pasukan zionis USA dengan bayaran yang sangat tinggi, cukup  untuk USA membuat senjata-senjata baru dan membantu zionis israel membantai muslim di Palestine
- Fatwa membolehkan meminta pertolongan Amerika dalam Perang Teluk 1990-1991.
Pada 1990, Alm Saddam Husein menginvasi Kuwait dan menimbulkan salah satu krisis dan kemudian perang penting setelah Perang Dingin. Dalam rangka menentang agresi dan invasi tersebut, Raja Saudi Arabia meminta bantuan terutama dari Amerika Serikat. Majelis ulama senior Arab Saudi mengeluarkan fatwa yang membolehkan tindakan tersebut dengan alasan dlarurah. Sehingga USA dengan wahaby membantai jutaan muslim sunni di irak.
Raja Abdullah, pemimpin Arab Saudi dikenal dekat dengan AS. Bahkan terhadap mantan presiden AS George W. Bush, Raja Abdullah banyak memberikan bantuan secara finansial dan juga keleluasaan dalam menentukan kebijakan militer AS dan Barat di Arab Saudi yang juga berimbas pada kawasan Timur Tengah.
Pangkalan Militer  Israel di Pulau Tiran dan Sanafir SAUDI ARABIA (DAULAH WAHABI) SEJAK TAHUN 1967 SAMPAI SEKARANG
Ini adalah rahasia yang sudah cukup lama tersimpan. Ternyata Israel telah menduduki pulau-pulau bagian Arab Saudi sejak tahun 1967. Tiran dan Sanafir, dua pulau gabungan dengan luas 113 kilometer persegi.
Posisi kedua pulau ini berada di lokasi yang sangat strategis di mulut Teluk Aqaba, di mana lalu lintas laut ke pelabuhan selatan Israel Eilat harus melewati perjalanan ke dan dari Laut Merah.
Meskipun pemerintah Arab Saudi mungkin mengatakan bahwa itu adalah pulau-pulau kecil, dan hanya mempunyai kekayaan terumbu karang yang tak begitu penting, tapi siapa pun yang menguasai Teluk Aqaba, maka sama saja dengan menguasai lalu lintas perairan di daerah itu.
Juga ada sebuah kenyataan yang bertentangan, selama ini Arab Saudi berjuang mati-matian untuk pulau-pulau yang sama di sekitar itu, namun khusus Tiran dan Sanafir tampaknya mereka enggan untuk menentang Israel.
Ketika Mesir berdamai dengan Israel pada tahun 1978,  Presiden Anwar Sadat menolak untuk memasukkan kedua pulau itu dalam perjanjian damai, dengan alasan bahwa mereka milik Arab Saudi. Bahkan dalam Google map pun kedua pulau itu terlihat jelas sebagai milik Arab Saudi. Jadi mengapa ada keengganan untuk menentang orang Israel, dan mengapa ada penggelapan media?
Silahkan baca pula tulisan sebelumnya
dan

Wassalam
=====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar